Kali
ini Nyak Kaoey ingin menulis tentang maling. Kami di Aceh menyebutnya pancuri, orang Melayu bilang pencuri,
beda-beda tipis. Tapi, hebatnya Endatu kita di Aceh mampu menafsirkan makna pancuri itu berdasarkan barang
curiannya. Karena itu pula Nyak Kaoey sekarang bingung, bagaimana memberi
sebutan kepada pencuri jenis baru yang tidak ada pada zaman Endatu.
Dulu
Endatu mengklasifikasikan pencuri seperti ini. Katanya, pancuri u seuringkeuét bak ulèè, pancuri tubèè meubulèè dada,pancuri
manôk mata lam parék, pancuri iték mata lam paya, pancuri pisang meugeutah
jaroë, pancuri puk[sensor] meulaboe ija. Kini
seiring perkembangan zaman, ada lagi pencuri yang namanya koruptor, nah untuk
kategori ini pat ta tanda?
Lihat
sekarang, banyak wajah-wajah pencuri yang tersenyum di layar kaca. Mereka
seakan tak merasa bersalah dan tak malu. Korupsi kadang jadi kebanggaan,
seolah-olah hebat karena telah mampu mengelabui celah hukum negara. Tak ada
satu pun mereka yang secara terang-terangan mau mengaku telah mengorupsi uang
negara. Ini yang kata Endatu bahwa haba
meusitahè pancuri jimé suwa. Mustahil ada maling di malam hari yang membawa
obor ke rumah yang hendak dimalinginya. Begitulah tamsilannya.
Namun,
yang namanya maling, tetap saya sekali waktu pasti tertangkap. Kata orang
Jawakarta, sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu pasti jatuh ke tanah,
kata kita orang Aceh, bangké bék taprom
adk tasom meubèè u luwa. Lebih tegasnya lagi, bangkè gajah bék ta töp ngôn ön birah. Gajahnya akan tetap tampak.
Baiklah,
menutup tulisan ini, karena Nyak Kaoey belum mampu menyebutkan dikategori mana
koruptor itu harus diberi tanda dalam ungkapan, maka mari kita caci saja mereka
dengan hadih maja, jumöh lagèè bubrang,
hana akai lagèè badeuék. Ya, tak berakal seperti babi, itulah koruptor.
Upss...yang merasa koruptor jangan marah.[]
Belum ada tanggapan untuk "Haba Musitahè Pancuri Jimé Suwa"
Post a Comment