Senja hampir rebah, keceriaan tak juga surut. Puluhan remaja kegirangan di wisata kolam renang Rindam Iskandar Muda, Mata ie, Kacamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar.
Rinai hujan bawa gigil. Seorang bocah berdiri di papan peringatan samping kolam, bibirnya pucat. ‘’Setiap tahun ada korban tenggelam,’’ ungkap Sulaiman, pria paruh baya asal Keutapang. Ia sudah lima tahun berjualan di lokasi wisata tersebut.
Beberapa mobil dan puluhan sepeda motor parkir di samping mesjid yang hanya tiga puluh langkah dari kolam. Objek wisata ini dikelola Koperasi Resimen Induk TNI Angkatan Darat. Warna hijau sebagai simbol kemiliteran begitu kentara.
Meski dikelola militer, objek wisata ini dibuka untuk umum. Untuk menikmati pesona dan kesejukan Mata Ie, cukup membayar tiket Rp1.500 plus uang parkir sepada motor Rp1.000. Sementara penjual makanan dengan gerobak dikenakan retribusi Rp3000.
Untuk melepas penat, di samping kolam berjejer kafe-kafe kecil yang menyediakan makanan dan minuman ringan. Sulaiman menyetel musik Aceh pada VCD kafenya. Di kafe sebelahnya irama house mengalir.
Empat pria berkaos hijau beranjak dari lapangan tenis dekat mesjid, ‘’plung...’’ mereka mencerburkan diri ke kolam. Di belakang deretan cafe, beberapa pemuda menuruni bukit. Dari kaki bukit itu, disela-sela bebatuan air jernih mengalir. Sumber mata air yang dalam hikaya Bustanussalatin karya Syeh Nuruddin Ar-Raniry disebut sebagai Darul Isky. Kini dikenal sebagai Krueng Daroy.
Air dari celah bebatuan itu mengalir ke kolam, terus berlanjut ke Krueng Daroy. Sebuah Sungai yang pada masa Sultan Iskandar Muda dijadikan tempat pemandian keluarga istana.
Rinai hujan semakin deras. Belasan remaja menaiki pinggir kolam. Mereka menggigil. Dari menara mesjid terdengar alunan bacaan ayat Quran. Pemilik cafe menurunkan terpas depan, pertanda tutup. Keceriaan di kolam pemandian itu pun perlahan-lahan merambah sunyi, ditinggalkan pengunjung satu-satu.
Di celah batu kaki bukit itu masih terdengar gemercik air. Mengalir tanpa henti sepanjang zaman. Beragam kisah telah terekam di sana, mulai dari zaman keemasan kerajaan Aceh, pendudukan oleh kolonial Belanda, sampai kini dikuasi tentara.
Banyak yang berubah, termasuk airnya yang tak lagi sejernih gambaran Nuruddin Ar Raniry dalam kitabnya. Senja akhirnya rebah menjemput gelap. Selamat malam Mata Ie. [iskandar norman]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Melepas Penat di Kolam Mata Ie"
Post a Comment