Ini kisah para hewan yang terkena kemalangan, terserang sebuah epedemi mematikan, yang konon katanya dikirim dari surga untuk melampiaskan kemarahan pemilik jagad raya. Ya ini cerita hewan dalam The best Fables of La Fontaine, Jean De La Fontaine (1621-1695).
Ini kisah bukan sembarang kisah, tapi kisah hewan yang memberi pelajaran bagi manusia. Kisah perumpamaan yang mengena untuk menyentil siapa saja. Kisah yang mengandung hikmah dalam epedemi yang akan Nyak Kaoey kutip kembali kepada Anda.
Pemilik jagad raya menurunkan epedemi kepada para hewan dibumi karena mereka sudah banyak berbuat dosa. Mereka patut dihukum dengan wabah penyakit yang mematikan, sebagai pelajaran menuju pertaubatan.
Wabah mematikan yang merenggut nyawa banyak hewan dengan kekuatan penuh. Namun tidak semua hewan mati, sisa-sisa hewan yang masih ada tak lagi punya semangat hidup. Dan tak ada satu pun hewan yang berusaha untuk berjuang mempertahankan hidupnya. Mereka pasrah saja pada ancaman epedemi yang mematikan itu. Tidak ada makanan apapun yang mampu membangkitkan kembali semangat mereka.
Srigala dan rubah tidak lagi menjelajah hutan untuk menerkam mangsa, semangat hidup mereka sudah benar-benar padam. Burung-burung dara tak lagi mau bergaul dengan burung-burung lainnya, karena cinta dan suka cita telah melayang pergi, yang tersisa hanya derita.
Akhirnya, para hewan sepakat untuk membuat sebuah pertemuan dengan hewan seisi rimba. Singa mengambil inisiatif untuk mengadakan rapat itu sekaligus memimpinnya. Dengan taring runcingnya yang tak lagi perkasa, singa berkata:
“Teman-teman tersayang, atas kehendak Surgalah kita para pendosa ditimpa kesengsaraan. Karena itu biarlah salah satu di antara kita yang paling banyak berdosa menjadi korban amarah surgawi. Biarkan dia menjadi korban untuk menyelamatkan kita dari epedemi yang mematikan ini. Tanpa menipu diri dan dengan teliti mari kita renungkan dosa-dosa kita. Seingatku, tanpa mempersoalkan selera makanku yang serakah, aku telah menyantap banyak domba yang tidak pernah menyakitkanku dalam hal apa pun. Dan bahkan aku pernah mencoba memakan pengembala. Karena itu, biarkan aku mati. Namun sebelum aku menjadi korban untuk menghampus epedemi ini, aku minta kalian juga mengakui dosa-dosa kalian. Barulah adil jika kita semua berusaha sekuat tenaga untuk memilih yang paling banyak dosa di antara kita.”
Mendengar pengakuan dosa raja Singa itu, hewan-hewan lain tercengang. Si Srigala kemudian menanggapinya.
“Tuan Raja Singa, Anda adalah raja yang terlalu baik. Keraguan Anda menunjukkan kebijaksanaan Anda. Apakah melahap domba, gerombolan ternak yang kotor dan vulgar itu merupakan dosa? Tidak tuan, mereka malah merasa terhormat dilahap oleh seorang raja. Sementara menyangkut para pengembala itu, mereka pantas kita katakan sedang bernasib buruk saja, karena mereka adalah kelompok yang hendak menguasai dan mengeksplorasi kita sebagai bangsa hewan.”
Jawaban Srigala itu disambut sorak sorai hewan lainnya. Tetapi tidak ada satu pun hewan yang berani mengkritik pelanggaran yang dilakukan si macan, beruang dan hewan besar lainnya yang paling tidak bisa dimaafkan. Mereka setuju bahwa masing-masing hewan dari jenis apapun benar-benar baik.
Kemudian tibalah giliran si keledai untuk membuat pengakuan. “Aku ingat bahwa aku pernah melintas padang rumput sebuah biara saat lapar. Di sana ada banyak rumput dan selain itu aku yakin bahwa setan keserakahan menyergapku, jadi aku menyantap sedikit rumput itu. Padahal sejujurnya aku tak berhak memakannya sama sekali.”
Semua hewan yang hadir dalam rapat para hewan itu menyerang si keledai. Seekor srigala yang cukup berpengetahuan bersaksi bahwa hewan terkutuk itu harus menjadi korban amaran mereka. Penyebab penderitaan mereka yang menyedihkan. Mereka menilai keledai hanya cocok di hukum di tiang gantung.
Dan itulah yang terjadi kemudian, hukum memandang kedudukan Anda, hukum akan menilai Anda hitam atau putih. Si keledai yang lemah yang hanya makan rumput kemudian menjadi korban hukum rimba. Sementara singa, macan, srigala dan sejenisnya yang memangsa bangsanya sendiri, terbebas dari hukuman itu. Yang kecil dan rendah akan selalu menjadi korban.[]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Tumbal Pengakuan Dosa"
Post a Comment