Armenia punya segundang kisah klasik yang dibicarakan sampai sekarang. Kali ini saya mengajak kita untuk menyelam pada kontes dusta di negeri tersebut. Raja Armenia suatu kala ingin mengetahui siapa sebenarnya pendusta terbaik di negerinya.
Kisah ini diabadikan dalam Armenia Folk – Tales and Fables yang diceritakan kembali oleh Charles Downing pada 1993. Namun sebelum saya melanjutkan tentang kontes dusta di Armenia itu, baiknya saya menyarankan, jika Anda ingin menceritakan sebuah dusta yang bisa dipercaya, jangan ungkapkan kebenaran yang tak bisa dipercaya. Saran ini saya ambil dari Kaisar Tokugawa di Kepualauan Ieyasu, Jepang pada abang ke-17. Baiklah, tinggalkan Jepang, mari kita ke Armenia.
Raja Armeina sudah terlalu banyak dikelilingi oleh para pengikut yang patuh dan jujur. Baginya sejujur apa pun pengikutnya, pasti akan ada dusta, baik kecil maupun besar. Boleh jadi ia tidak mengetahui bahwa para pengikut yang jujur itu, telah banyak berdusta terhadapnya di balik kejujuran itu. Mustahil tidak ada orang yang berdusta padanya, pikir raja Armenia tersebut.
Untuk itu ia pun membuat kontes di luar kebiasaan. Ia mengumumkan kontes para pendusta. Siapa yang bisa menceritakan dusta terbaik akan dihadiahkan sebuah apel emas. Pengumuman pun disebarkan ke seluruh pelosok negeri. Sejak itu, selama satu bulan, setiap harinya raja menerima ratusan warga yang datang menceritakan masing-masing sebuah dusta pada raja.
Namun, sampai waktu sebulan untuk kontes dusta habis, raja merasa rakyatnya terlalu jujur, sehingga tak ada satu pun dusta yang benar-benar bisa mendustainya. Mungkin rakyat terlalu segan padanya, hingga tak berani menceritakan dusta terhebat yang pernah dilakukannya terhadap raja. Intinya, Raja Armenia itu benar-benar tidak puas.
Ia memutuskan untuk menambah waktu satu bulan lagi, namun tetap saja tak ada dusta yang menarik baginya. Hadiah apel emas terancam tak bisa diberikan kepada si pendusta. Namun raja akan malu bila itu terjadi. Di sisi lain ia tetap pada keputusannya bahwa belum ada pendusta yang menang.
Ia kemudian memerintahkan para menterinya untuk mengumpulkan rakyat di alun-alun kerajaan. Ia ingin mengumumkan hal itu. Setelah ribuan rakyat berkumpul dan raja hendak mengumunkan bahwa tidak ada pemenang dalam kontes itu, seorang kakek berbaju compang-camping melintas di depan panggung. Spontan ia menjadi pusat perhatian. Ia menghadap raja dari depan panggung dan berkata.
Kepada raja ia mengatakan datang dari jauh untuk menagih janji. Raja yang tak pernah berbuat janji dengan kakek itu mengatakan bahwa ia tak punya janji apa pun dengannya. Namun kakek itu tetap mengatakan bahwa ada janji itu. Mungkin raja sudah lupa dan ia memintanya mengingat-ingatnya kembali.
Meski mengingat-ingat, tetap saja tak ada janji diantara mereka. Sampai-sampai sekretaris kerajaan membuka lembaran-lembaran surat raja, ia tetap tak menemukan janji apa pun dengan kakek itu. Tak mau hilang muka di depan rakyatnya, raja kemudian bertanya pada kakek itu, apa janji yang ingin ditagihnya.
Saya akan mengatakan janji itu jika tuan raja mengizinkan hamba naik ke panggung agar semua rakyat bisa mendengarnya. Pinta kakek itu, raja menyanggupinya. Lalu di atas panggung, disaksikan ribuan rakyat, kakek itu berkata bahwa raja pernah berutang seember emas padanya. Dan pada hari itu jatuh tempo pembayaran hingga ia datang untuk menagihnya.
Raja dan rakyat tercengang mendengar hal itu. Kamu telah berdusta, saya tidak pernah berutang emas padamu, kata sang raja. Lalu kakek itu tersenyum. Kalau saya berdusta, maka berikan apel emas itu untukku sebagai hadihnya. Raja juga menolak, karena menurutnya itu bukan dusta yang baik. Kakek itu kembali tersenyum dan berkata, kalau itu bukan dusta, berarti hari ini baginda Raja harus membayar seember emas sebagai bayaran utang pada saya.
Raja tercengang, ia dijebak pada dua dusta oleh kakek itu. Mengakui salah satu dusta itu tetap saya ia harus menyerahkan emas pada kakek tersebut. Akhirnya ia memilih memberikan apel emas untuk kakek itu karena sudah berdusta pada raja, karena bila ia tidak mengakui dusta itu, ia berarti membenarkan telah berutang seember emas pada kakek itu dan harus membayarnya.
Menutup kisah ini, kembali saya ulang pesan Kaisar Tokugawa, jika Anda ingin menceritakan sebuah dusta yang bisa dipercaya, jangan ungkapkan kebenaran yang tak bisa dipercaya.[]
Belum ada tanggapan untuk "Kontes Dusta"
Post a Comment