Untuk maju, pikiran harus dibebaskan dari ruang sempit. Biar ia menjalar ke semua ruas dan etalase agar keadaan membuahinya jadi fenomenal. Di awal tem ini kukutip kembali kisah Google, raja mesin pencari di dunia maya. Ya, google itu fenomenal, ia lebih kaya dari negara-negara kecil. Inilah ganjaran ketika pikiran dibebaskan dari keterkukungan keadaan.
Sargey Brin dan Larry Rage yang piawai soal ilmu komputer, dengan naluri bisnisnya berhasil menciptakan Google sebagai mesin pencari tercepat di jagat maya. Jadilah Google sebagai perusahaan internet paling terkenal hingga kini.
Membebaskan pikiran dalam kecamuk bisnis memang tidak mudah. Tapi Google berhasil melakukannya. Perusahaan yang bermoto “Don’t be Evil” itu ternyata punya budaya unik dalam bekerja. Karyawannya betah bekerja karena diberikan waktu khusus untuk bersenang-senang, bukan diperas seperti lazimnya buruh.
Sargey Brin dan Larry Rage si empunya Google paham betul bahwa pikiran pekerja harus dibebaskan dari kejenuhan, agar mampu berpikir untuk melahirkan inovasi-inovasi baru. Hal inilah yang menjadikan Google sebagai perusahaan yang unik dan inovatif.
Pikiran harus dibebaskan dan dijaga agar keliarannya bisa melahirkan pemikiran-pemikiran baru menuju pembaharuan. Albert Camus mengatakan, seorang intelektual adalah orang yang pikirannya menjaga pikirannya sendiri. Ia pun bermaksud merawat keliaran itu agar kisah yang disusun pikirannya itu benar-benar membawa wujud perubahan, bukan bencana dalam kejenuhan.
Marcel Ayme mengatakan, bisnis juga memerlukan kerendahan hati sebagai ruang tunggu menuju kesempurnaan. Bukan menjadi pengecut dengan membuktikan kekuatan kepada orang lain, sebagaimana pernah diungkapkan Jacques Audiberti.
Ya, pikiran harus dibebaskan dari kejenuhan, karena ia tidak hanya akan melahirkan ide di meja kerja, bisa jadi di tong sampah. Saya kutip kembali kata klise Juliet dalam Romeo and Juliet pada lakon Shakespeare, “What’s in a name? that which we call a rose by any other name would smell as sweet.” Apa artinya nama? Yang kita sebut mawar akan tetap harum walau bernama beda.
Menutup tem ini, saya kutip kembali kata Rober Barn dalam puisi “To a louse” Penyair Scotlandia yang hidup pada abat 18 (1759-1796) itu menulis, “O wat some powr’r the giftie gleus, to see oursels as other seeus! It wat frae many a blunder freeus, and foolish nation.”
Katanya, jika kita bisa melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita. Kita bakal terbebas dari banyak kekeliruan dan gagasan-gagasan bodoh. Lalu bagaimana kita bisa bebas dari itu ketika kita masih tenggelam dan larut dalam pikiran yang terkukung, padahal kehidupan tidak berjalan mundur.***
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Pembebasan Pikiran"
Post a Comment