183 perempuan dari tiga desa menghimpun diri dalam wadah koperasi, memproduksi emping melinjo. Produk yang sebelumnya menumpuk kini laris, tepung sisa emping pun tak ada lagi.
Adalah perempuan dari Gampong Dayah Beureueh, Pante Beureueh, dan Gampong Lueng Sagoe Beureueh Kecamatan Mutiara Barat Kabupaten Pidie yang pada tahun 2008 sepakat untuk mendirikan koperasi. Awalnya mereka memproduksi emping melinjo berkelompok secara terpisah.
Keinginan untuk berusaha bersama dengan manjemen yang terarah membuat mereka menghimpun diri dalam koperasi. Namun sebagai perempuan kampung yang masih “buta” terhadap manajemen bisnis, membuat koperasi baru itu lamban untuk bangkit. Pemasaran produk mereka masih seputar kecamatan Mutiara saja.
Dua tahun kemudian mereka mendengar adanya Koperasi Pemasaran Masyarakat Aceh (Kopemas) sebagai koperasi skunder yang memberikan dampingan serta pelatihan manjemen untuk berbagai koperasi di daerah melalui Proyek Ekonomi Sosial Aceh Terpadu (Pesat) yang bekerja sama dengan Canadian Co-Operative Asociation (CCA).
Nurhasnah, Ketua Koperasi Hareukat Poma, Kamis (31/5/12) mengungkapkan, pendampingan yang mereka terima membuat usaha mereka lebih terarah dengan pasar yang lebih terbuka. “Awalnya kami rugi karena pemasaran hanya di wilayah Kecamatan Mutiara saja. Banyak produk kami yang menumpuk, tapi kini kualitas produksi dan pemasaran jadi lebih baik,” ungkap perempuan yang menahkodai koperasi itu sejak 2011.
Menurut Nurhasnah, Hareukat Poma merupakan Koperasi Serba Usaha (KSU) yang proses pembentukan dan pendampingannya di fasilitasi oleh PASKA, sebuah organisasi pengembangan masyarakat akar rumpun yang memberikan mobilisasi dan dukungan serta pelatihan teknis.
Melalui pendampingan yang mereka terima, Hareukat Poma kemudian bangkit. Mereka tak lagi mengejar jumlah produksi yang banyak, tapi memperbaiki kualitas. Sebagai anggota Kopemas, mereka diminta untuk memproduksi empat jenis emping melinjo dengan kualitas dan harga yang berbeda. “Pengelompokan menurut kualitas emping serta kemasan yang bagus membuat emping produksi kami kini jadi laris di pasar,” lanjut Nurhasnah.
Ia berharap Kopemas bersama The Canadian Co-Operative Association (CCA) mau terus membantu dan mendampingi mereka dalam mengembangkan usahanya. “Meski program CCA akan berakhir, kami harap Kopemas bisa terus membantu,” harapnya.
Kalaupun pendampingan itu berakhir, Nurhasnah yakin koperasi yang dipimpinnya itu kini bisa mandiri. “Ya, kami yakin bisa mandiri sekarang, apalagi simpan pinjam anggota berjalan lancar, tidak ada yang macet,” katanya.
Atas keberhasilan tersebut, Pemerintah Kabupaten Pidie membantu pembangunan kantor pusat aktivitas koperasi Hareukat Poma di Gampong Dayah Beureueh. Nurhasnah sangat mensyukuri hal itu, aktivitas mengelola koperasi dan pelayanan kepada anggotanya jadi terpusat di kantor itu, meski hanya sebuah ruangan berukuran tiga kali empat meter.
Hal yang sama juga diungkapkan Lukman, pendamping dari PESAT yang ditempatkan di Koperasi Hareukat Poma, Jumat (1/6/12). Di koperasi ini ia ditunjuk sebagai menejer pemasaran sejak September 2011. Ia berkewajiban membuka jaringan pemasaran keluar daerah, tidak lagi hanya sebatas Kecamatan Mutiara.
Untuk memperluas pasar, Kopemas selaku koperasi skunder mensiasati produk emping melinjo dari Koperasi Hareukat Poma dalam empat kriteria, tiga mentah dan satu siap saji, yakni kriteris super sebagai tipe produk paling unggul, kriteria lase sebagai tipe produk menengah, dan kriteria barang sebagai tipe paling rendah.
Sementara satu lagi kriteris siap saji ceplis atau sigetok yang siap saji dengan beraneka rasa. Ada rasa anggur, strawbery, nenas, pedas manis, rasa duren dan lain-lain. “Yang super itu untuk sementara kami belum produksi karena itu kualitas super, produksinya juga harus khas, tiga produk lainnya selalu ada,” jelas Lukman.
Dengan pemisahan kriteria seperti itu, produk Koperasi Hareukat Poma lebih banyak terserap ke pasar. Lukman berhasil membuka pasar dari Kabupaten Pidie hingga ke Medan, Sumetra Utara. “Ada tujuh agen khusus yang mengambil barang dari kami, selain kami tempatkan di supermarket dan outlet-outlet,” ungkapnya.
Lukman merincikan agen sebagai pasar baru yang dibukanya antara lain: agen di Kota Sigli, Simpang Empat Meurah Dua, Kota Meureudu, Bireuen, Kuala Simpang, Medan, dan beberapa supermarket. “Yang kualitas super harganya sekarang Rp47.000 perkilo, yang lase Rp42.000, barang Rp37.000, dan ceplis aneka rasa Rp45.000,” rincinya.
Bila awalnya setiap bulan emping melinjo produksi Koperasi Hareukat Poma laku sekitar 150 hingga 200 kilogram di pasar, kini seiring perluasan pasar dan jaringan menjadi 700 hingga 800 kilogram. “Dulu emping melinjo menumpuk bahkan ada yang membusuk, tapi kini tidak ada lagi, tepung sisa emping pun sudah laku, dibeli oleh seorang agen di Kuala Simpang Aceh Tamiang untuk bahan adonan kue,” pungkasnya.
Para perempuan di Beureueh itu kini bisa tersenyum. Emping melinjo mereka tak lagi menumpuk. Dan, ketika mereka membutuhkan dana segar untuk kebutuhan keluarga yang mendesak—semisal untuk biaya sekolah anak—fasilitas simpan pinjam di koperasi selalu bisa mereka manfaatkan.
Pada Rapat Anggota Tahunan (RAT) Kopemas, 5 Mei 2012 di Hotel Lading, Banda Aceh, Koperasi Hareukat Poma terpilih sebagai salah satu koperasi primer yang memperoleh penghargaan. Penghargaan itu didapat tak lepas dari berjalannya laporan keuangan koperasi dengan baik dan tidak macetnya aktivitas simpan pinjam anggota.
Di Kecamatan Mutiara kini Hareukat Poma menjadi “mutiara” bagi anggotanya di tengah banyaknya koperasi yang mandeg dan tak jelas aktivitasnya.[Iskandar Norman]
Belum ada tanggapan untuk "Tak Ada Lagi Tepung Sisa Emping"
Post a Comment