Rumah yang seharusnya tempat berlindung, kerap jadi tempat penuh siksa. Kasus di Desa Alue Meuria, Kecamatan Meurah Mulia, Kabupaten Aceh Utara sebagai contohnya. Tak tega melihat ibunya disakiti sang ayah, seorang anak nekat membunuh ayahnya. Rumah yang seharusnya memberi ketrentraman berubah jadi petaka.
Agustiar tidak pernah bermimpi apalagi bercita-cita untuk jadi pembunuh. Tapi apayana, ketika akal sehat mengalahkan logika, benci naik ke ubun-ubun, dengan tangannya sendiri ia membacok Abdussamad (45) hingga tewas bersimbah darah. Seisi kampung pun geger, tak ada yang menyangka remaja berusia 19 tahun itu tega menghabisi nyawa bapaknya.
Cinta yang terlalu besar terhadap ibu dan benci yang tak kalah besarnya terhadap bapak telah memicu pembunuhan tersebut. Jadilah kini Agutiar meringkuk dalam tahanan Mapolres Lhokseumawe, sambil menunggu proses peradilan selesai.
Pembunuhan itu terjadi karena Agus tak tega melihat ibunya disakiti. “Saya tak menyesal membunuh ayah. Perbuatannya sudah sangat parah, setiap malam ibu babak belur dipukulnya,” akunya tanpa beban kepada penyidik di Mapolres Lhokseumawe.
Kekesalan Agus terhadap bapaknya bermula ketika terjadi cekcok kedua orang tuanya yang membuat Maimunah, ibunya minggat dari rumah. Ibunya bukan sekali dua ari dari rumah, tapi sudah berulang-ulang akibat dikasari Abdussamad.
Menurut Agus, bapaknya sering berprilaku tidak manusiawi. Selain mengkonsumsi sabu-sabu, mengedar ganja, juga diduga terlibat sindikat pencurian sepeda motor. “Gara-gara bapak masa depan saya berantakan, saya tidak lulus UN,” katanya.
Tak mau ibunya menjadi sansak hidup bagi pelampiasan amarah sang ayah. Agus pun merancang pembunuhan terhadap ayahnya. Ia mengajak dua kawannya untuk membantu menjalankan aksi penuntasan dendam terhadap sang ayah, tapi Marzuki dan Murdani menolak ajakan tersebut.
Setelah ajakannya ditolak, malam naas itu dengan dada panas ia pulang ke rumah mengambil pedang di kamar bapaknya. Dari sana ia masuk ke kebun kosong di jalan masuk ke rumahnya. “Ayah cepat pulang ada tamu menunggu,” katanya melalui telpon genggang mengharap ayahnya pulang.
Skenario Agus ternyata berhasil. Ayahnya pulang dengan mengendarai sepeda motor. Begitu sampai di jalan menuju rumah, Agus langsung menghunus pedang ke wajah ayahnya. Tebasan Agus tepat mengenai bagian kanan wajah ayahnya. “Bruuuk” Abdussamad hilang keseimbangan dan jatuh dari sepeda motor. Dengan wajah bersimbah darah, ia lari menyelamatkan diri ke tengah kebun.
Baru sekitar 50 meter berlari, pria berusia 45 tahun itu terjatuh. Agus yang sedang kalap kembali menghunus pedang ke tubuh bapaknya, namun tidak kenak karena Abdussamad cepat bangkit. Ia mencoba kembali lari, tapi kalah cepat dengan Agus yang berhasil menikamnya dengan pedang tepat di belakang leher.
Abdussamad yang masih sadarkan diri mencoba berbalik dan lari ke arah jalan tempat sepeda motornya jatuh. Tapi belum sampai ke jalan ia kembali terjatuh terlungkup ke tanah. Melihat ayahnya yang sudah tak berdaya, Agus mendekatinya dan mengambil pisau yang terselip di pinggang ayahnya. Dengan pisau itu ia menikan bagian kanan pinggang ayahnya.
Pembunuhan itu ternyata dilihat oleh seorang perempuan tetangga korban. Perempuan yang sering disapa Moi itu menjerit mendekati korban. Agus pun melarikan diri dalam gelap malam.
Kasus itu pun kemudian ditangani pihak Mapolres Lhoksemawe. Dilokasi kejadian polisi mengamankan barang bukti pedang dan pisau yang digunakan Agus ketika membunuh ayahnya. Ia dijerat dengan pasal 351 ayat (1) jounto pasal 338 jounto pasal 340 tentang pembunuhan berenana dengan ancaman hukuman mati.
Pada sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Lhoksukon, Selasa (27/10) lalu, Agus yang didampingi kuasa hukumnya M Nasir, meminta untuk dibebaskan. Dalam pledoi (pembelaan) di hadap majelis hakim ia mengatakan saat melakukan pembunuhan itu dalam keadaan depresi karena sering disiksa oleh ayahnya.
KDRT jadi Pemicu
Kasus ini seakan mempertegas bahwa Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) marak terjadi. Agus dan ibunya hanya salah satu korban kekerasan sang ayah yang kemudian dilawan dengan kekerasan yang lebih besar; pembunuhan.
Jika pada awalnya kekerasan yang banyak muncul adalah kekerasan suami terhadap istri dalam berbagai bentuk, kini mulai merebak pula kekerasan terhadap anak, yang pelakunya justru ternyata anggota keluarganya sendiri. Kasus Abdussaman versu Agustiar menjadi bukti bagaimana kekerasan melahirkan kekerasan yang lebih besar.
Penerapan Undang-undang KDRT dan Perlindungan Anak yang belum berhasil dalam masyarakat membuat kekerasan dalam rumah tangga terus terjadi. Pemahaman masyarakat kita terhadap undang-undang tersebut memang masih jauh. Apalagi ketika masih ada anggapan dalam masyarakat bahwa menghukum anak dengan kekerasan masih lumrah agar anak tidak bandel. Namun dalam kasus Agus ini jelas berbeda.
Butuh langkah kongkrit semua pihak untuk memeberi pemahaman terhadap bahaya KDRT dalam rumah tangga, bukan hanya sebatas seminar dan lokakarya di hotel berbintang semata. Kita berbeda dengan Amerika yang masyarakatnya sudah sadar tentang bahaya kekerasan terhadap anak sejak tahun 1874 lampau.
Faktor penyebab KDRT sebenarnya cukup kompleks. Kekerasan itu ditularkan. Artinya, kekerasan dipicu oleh kekerasan yang sudah ada. Persoalannya bertambah parah ketika media ikut menyiarkan berita kekerasan dengan gamblang, baik media cetak maupun elektronik. Hal ini seolah menjadi pembelajaran bagi si anak bagaimana pembunuhan dirancang.
Televisi kita memang belum ramah terhadap persoalan ini. Seringkali berita yang di sampaikan itu vulgar, tanpa penyaringan. Selain itu, ada faktor dari orang yang bersangkutan, yaitu toleransi terhadap stres yang rendah. Artinya, kurang bisa mengontrol emosinya. Biasanya orang tidak bisa atau kurang dapat mengontrol emosinya karena orang tersebut memang hidup dalam lingkungan yang tidak mengajarkan atau mendidik untuk dapat mengontrol emosi dengan baik. Agus telah mengalami hal ini hingga tanpa merasa bersalah membunuh ayahnya.
Begitu juga dengan faktor sosial yang mempunyai andil dalam kasus KDRT. Tekanan hidup ikut memicu orang berbuat kekerasan. Agus yang gagal dalam sekolah, ayahnya yang seorang pemadat dan pengedar ganja ikut memicu hal ini.
Perda Kesehatan Jiwa
Menanggapi maraknya KDRT di Aceh, seorang kawan yang pernah menjadi hakim di Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Goenawan Wanaradja menyarankan perlu adanya Rancangan Peraturan Daerah tentang Kesehatan Jiwa sehingga nantinya program preventif dan promotif akan dianggarkan, serta di utamakan.
Menurut kawan hakim peradilam umum RI tersebut, dengan adanya Peraturan Daerah tersebut, setidak-tidaknya kita bisa melihat potret kejiwaan masyarakat. Misalnya mengetahui penyeban gangguan jiwa dalam masyarakat yang jadi pemicu kekrasan dalam rumah tangga. Bukankah dengan mengetahui penyebab, kita bisa meminimalisirnya sebelum melahirkan akibat yang lebih buruk.
Selain itu juga perlu adanya program tentang pendidikan keluarga, sehingga jika ada keluarga yang mengarah pada kekerasan rumah tangga bisa segera ditangani, tanpa menimbulkan korban. “Jadi tujuan utama ada Perda Aceh tersebut adalah sebagai upaya untuk meningkatkan ketahanan keluarga, baik dari dalam maupun dari luar. Maksud dari ketahanan keluarga adalah bagaimana kemampuan keluarga untuk menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi keluarga. Disini tercakup pengertian tujuan berkeluarga itu untuk apa, bagaimana memandang anak dan lainya,” jelas Goenawan Wanaradja mantan Hakim PN Banda Aceh yang kini bertugas di PN Cianjur, Jawa Barat.
Kembali ke kagus Agus, siapa yang bersalah dalam hal ini. Agus kah yang durhaka karena membunuh bapaknya, atau sebaliknya?. Bagaimana pun nasi sudah jadi bubur. Ketika kekerasan telah mematikan unsur kemanusiaan, si anak yang lemah akan muncul sebagai momok kekerasan yang lebih besar setelah tak tega melihat ibunya selalu dikasari sang ayah.
Kini Agus harus mendekam dalam Rumah Tahanan Lhoksukon terhadap perbuatannya, sambil menunggu kelanjutan sidang dan vonis hakim terhadapnya. Sekali lagi, kekerasan yang selalu melahirkan kekerasan yang lebih besar. Semoga kasus Agus bisa jadi pelajaran bagi kita semua. Jangan jadikan akan keras dengan kekeraan yang ditimpa terhadapnya. Cukup Agus yang jadi korban.[]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Ketika Rumah tak Lagi Ramah"
Post a Comment