Identitas merupakan alat bukti yang menunjukkan Anda adalah Anda, bukan orang lain. Lalu bagaimana kalau Anda ternyata orang lain?Tulisan singkat ini lahir setelah membaca pernyataan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe, Saifuddin Yunus yang meminta kepada camat dan geuchik untuk tidak sembarangan mengeluarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) kepada pendatang.
KTP memang pernah jadi “nyawa” di Aceh. Pada masa konflik orang yang tidak ber-KTP akan dianggap separatis dan dengan dalih itu dilenyapkan. Tak heran jika kemudian untuk Aceh diberlakukan KTP merah putih pada masa darurat militer dan darurat sipil, menggantikan KTP kuning. KTP merah putih dianggap sebagai simbul ke-NKRI-an orang Aceh waktu itu.
Kini persoalan KTP kembali mencuat di Aceh, tapi dalam bentuk lain. pascapemberantasan kelompok sipil bersenjata yang konon katanya teroris di Aceh, camat dan geuchik di Kota Lhokseumawe diminta untuk tidak asal mengeluarkan kartus identitas tersebut kepada pendatang. Alasannya tentu untuk mencegah “musang” berbulu “ayam” masuk ke kota itu.
Para teroris yang masuk ke Aceh bisa saja menggunakan identitas warga setempat dengan menanggalkan identitas lama. Dengan begitu ia bebas memainkan pengaruhnya tanpa dicurigai sebagai orang luar. Apalagi setelah polisi men-DPO-kan sejumlah nama.
Lalu bagaimana jika identitas kita dicuri dan digunakan oleh orang lain untuk melakukan tindak kejahatan? Tentu merupakan sebuah mimpi buruk. Hal ini pernah terjadi pada Michele Brown, seorang penulis tenar di Majalah Time.
Dalam kesaksian di depan Senat AS tahun 2000, Michele Brown mengatakan bahwa selama satu setengah tahun mulai Januari 1998 hingga Juli 1999, seseorang telah mengaku sebagi Michele Brown dan berbelanja atas nama dirinya hampir mencapai jumlah Rp500 juta lebih. Orang yang mengaku Michele Brown ini kemudian tertangkap menyelundupkan narkoba.
Michele Brown asli tentu kaget, apalagi setelah namanya masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sebagai pelaku kejahatan dan berakibat penahanan dirinya di Bandara ketika hendak terbang. Karena pada saat itu, komputer petugas check in Bandara menyebutkan bahwa “Michele Brown” adalah buronan. Peristiwa yang menimpa Michele Brown ini memerlukan waktu yang bertahun-tahun untuk membersihkan namanya yang hingga sekarang membuat dirinya takut pergi ke luar negeri, sebab tidak ada jaminan negeri lain telah membersihkan namanya.
Kisah pilu Michele Brown ini berawal ketika formulir aplikasi kreditnya dicuri oleh karyawan lembaga keuangan tempat dia mengajukan kredit. Berbekal seluruh informasi pada aplikasi tersebut, pelaku berpura-pura dan mengaku sebagai Michele Brown asli. Mula-mula pelaku mengajukan kartu kredit tambahan atas nama Michele Brown dan dikirimkan ke alamat pelaku.
Penerbit kartu kredit biasanya dengan mudah memberikan kartu kredit tambahan untuk nasabah yang bersih, bahkan tidak jarang tanpa memeriksa secara menyeluruh ke alamat Michele Brown asli. Selanjutnya, berbekal kartu kredit yang di Amerika Serikat umumnya mempunyai limit jumlah besar, pelaku mengajukan SIM, membeli mobil, rumah sampai akhirnya menyelundupkan narkoba.
Sebuah penelitian di AS dari tahun 2003 hingga 2006 menunjukan penurunan jumlah korban, namun total kerugian justru melonjak hingga 56,6 miliar dolar AS (Rp52 triliun). Karena rata-rata setiap orang di AS pernah “dikerjai ”dan menerima tagihan siluman hingga 6,383 dolar AS (Rp 58 juta).
Tahun 1997 dari 10.000 pelaku kejahatan keuangan yang tertangkap di AS, hampir 93 persenya terlibat dalam pencurian identitas. Di Indonesia, bukan barang aneh jika seseorang kaget setengah mati ketika tagihan teleponya tiba-tiba melonjak tanpa sebab.
Untuk menghindari pencurian identitas ini perlu kita melakukan beberapa cara. Pertama, pastikan Anda selalu menghancurkan formulir suatu aplikasi yang tidak jadi dikirim. Kedua, pastikan penerima formulir Anda tersebut adalah pihak yang benar, kredibel, dan kompeten. Ketiga, apabila ada telepon penawaran kartu kredit, pastikan Anda bertanya dari mana mereka mengetahui nomor telepon Anda.
Sekali lagi, identitas Anda harus benar-benar Anda, bukan orang lain. Tak terbayangkan bila nama kita tiba-tiba muncul dalam daftar DPO karena kasus pencurian keuangan, terorisme, narkoba dan lain sebagainya. Dalam suasana yang tidak menentu ini, bisa saja seseorang mencuri identitas kita untuk bersembunyi dari tindak kejahatannya. Kasus Michele Brown di Amerika cukup jadi pelajaran. Karena di Indonesia, setelah nama baik tercemar, jarang ada rehabilitasi yang menyeluruh. Orang yang mirip teroris saja bisa apes. Apalagi bila tiba-tiba nama kita muncul sebagai teroris dalam daftar pencarian orang oleh polisi. Jadi waspadalah.[]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Pencurian Identitas"
Post a Comment