Asap akan mengaburkan orang di baliknya. Begitu juga politik di balik tabir asap, menyembunyikan kehendak untuk kehendak yang lebih besar.
Tabir asap mulai menyelimuti iklim perpolitikan di Aceh. Ada yang terang-terangan yang ingin maju sebagai calon gubernur Aceh ke depan, ada juga yang berlindung di baliknya. Tabir asap merupakan upaya yang sering dilakukan oleh politisi dalam menyamarkan keinginannya demi tujuan politik. Ia akan terus menyembunyikan niatnya sampai menemukan momen yang tepat untuk menyampaikan maksudnya. Dan saat itulah lawan politiknya akan kaget karena tidak menyadari tindakan tersebut.
Partai Aceh sudah mulai menyiapkan beberapa nama untuk calon gubernur Aceh periode mendatang. Pesan singkat berantai beredar dari telpon seluler tentang calon-calon tersebut, meski ketika dikonfirmasikan kepada petinggi partai tersebut mereka lebih memilih diam. Ada tabir asap yang coba dimainkan.
Nama-nama yang mencuat dari Partai Aceh antara lain, Meuntroe Malek Mahmud sebagai calon Gubernur didampingi tiga calon wakilnya, Dr Zaini Abdullah, Muzakir Manaf, Kamaruddin alias Abu Razak. Selain tiga nama itu mencuat juga nama Humam Hamid sebagai calon wakil gubernur mendampingi Malek Mahmud. Keempat nama itu kini masih dalam penggodokan Partai Aceh.
Partai Demokrat juga akan memajukan calonnya. Beberapa nama yang sudah masuk daftar di antaranya: Irwandi Yusuf, Muhammad Nazar, Teuku Rafli Pasya serta salah seorang anggota DPR RI asal Aceh. Namun dari nama-nama yang masuk daftar calon itu, bukan tidak mungkin mereka akan maju sendiri melalui jalur indepeden bila masih dimungkinkan.
Bagaimanapun, dalam masa yang tinggal beberapa bulan lagi menuju pertarungan perebutan kekuasaan, politik penggiringan dan pembentukan opini untuk mengaburkan pemahaman lawan terhadap langkah politik masing-masing partai dan kandidat mulai dimainkan.
Di sisi lain, calon yang tidak memiliki kenderaan politik, mencoba peruntungan melalui jalur independen, meski sampai sekarang belum jelas masih bisa atau tidak calon independen maju pada pemilihan gubernur yang akan datang. Hanya sedikit calon yang mencoba memperjuangkan kran ini, meski pasal 256 Undang-undang Pemerintahah Aceh (UUPA) membatasi calon independen maju dalam Pilkada.
Calon lainnya lebih memilih menunggu. Andai nanti jalur independen masih diperbolehkan, mereka tinggal menaiki perahu tersebut. Perahu yang kini diperjuangkan oleh orang lain, yang kelak akan mereka hadapi di pemilihan.
Politik menunggu di balik tabir asap seperti ini, sering dilakukan untuk menikmati sesuatu yang telah diperjuangkan lawan. Dalam hal ini memanfaatkan logistik lawan sebelum pertarungan sesungguhnya merupakan sebuah trik tersendiri. Mereka tinggal berjalan di koridor ketika calon lain kelelahan.
Bagi seorang politisi yang mendambakan kekuasaan, ia akan menyamarkan niatnya melalui tabir asap, karena dalam politik tipuan sering menjadi strategi mengelabui lawan. Tabir asap dibutuhkan untuk mengaburkan perhatian lawan. Jadi, mengutip kata Balcha dari Sidamo, jangan sepelekan kekuatan Tafari, ia merangkak seperti seekor tikus, tetapi memiliki rahang seperti seekor singa.
Dalam The 48 Power of law, Robert Greene mengatakan, semaki kelabu dan suram tabir asap yang diaminkan seorang politisi, semakin baik untuk menyembunyikan niatnya. Bentuk tabir asap yang paling sempurna adalah ekspresi wajah. Di balik kedok yang membosankan dan tak bisa dibaca, berbagai langkah politik bisa dilakukan tanpa terdeteksi lawan.
Politik di balik tabir asap juga tak ubahnya pemain poker. Selagi memainkan kartunya, pemain poker yang baik jarang menjadi seorang aktor. Sebaliknya, ia memperlihatkan sikap yang membosankan untuk meminimalkan pola yang bisa dibaca lawan, membuat lawan frustasi dan bingung, sementara ia sendiri bisa berkonsentrai lebih besar terhadap langkah yang akan diambilnya.
Greene mencontohkan apa yang pernah diungkapkan Ninon de Lenclos, 1623 – 1706). Katanya, seorang jenderal yang cekatan tidak akan pernah mengumumkan niatnya kepada musuh untuk menyerang suatu benteng. Sembunyikan tujuan Anda, jangan ungkapkan rincian tujuan Anda hingga rencana itu tak bisa dibendung. Raihlah kemenangan sebelum Anda menyatakan perang. Dengan kata lain, tirulah orang-orang yang gemar berperang, yang rencananya tidak diketahui, kecuali oleh daerah yang luluh lantak yang telah mereka lewati.
Politik tabir asap juga sering dilakoni oleh penguasa yang sedang memegang tampuk kekuasaan. Untuk melanggengkan kekuasaannya, ia melakukan berbagai hal yang seolah-olah itu dilakukan oleh orang lain. Ketika itu menjadi masalah, ia akan turun tangan untuk menyelesaikannya, untuk menambah reputasinya. Dalam hal ini kadang-kadang konflik kekuasaan diciptakan sendiri oleh penguasa untuk menunjukkan nilai kepemimpinannya.
Langkah politik seperti ini disebut Niccolo Machiavelli (1469 – 1527) sebagai langkah pangeran bijak menciptakan musuh. Katanya, ada banyak orang yang beranggapan bahwa seorang pangeran yang bijak jika ada kesempatan seharusnya memicu permusuhan yang cerdik, supaya dengan meredamnya, ia akan memperbesar kehebatannya. Para pangeran, terutama para pangeran baru, menemukan lebih banyak kepercayaan dan keuntungan dalam diri orang-orang seperti ini, yang pada permulaan kekuasaan mereka dianggap mencurigakan, ketimbang dalam diri orang yang mula-mula mereka jadikan orang kepercayaan. Pandolfo Petrucci, pangeran Siena memerintah daerahnya dengan lebih banyak orang yang ia curigai, ketimbang dengan orang lain.
Namun Greene menyarankan jangan mainkan tabir asap bila repitasi politik Anda sudah tidak baik. Sebagus apapun penyamaran penapilan politik Anda lakukan, tak akan mampu mempengaruhi orang lain, ketika kesan tidak baik sudah melekat dengan diri Anda, korupsi atau diktator misalnya. Pesannya, tabir asap yang menghebohkan sebaiknya dipergunakan dengan hati-hati pada waktu dan tempat yang tepat. Kita lihat saja nanti siapa yang akan keluar dari balik tabir asap untuk menjadi orang nomor satu di Aceh.[]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Politik Tabir Asap"
Post a Comment