Ini cerita tentang meuëh Ampôn yang dimakan tikus. Pelajaran tentang kebohongan dan pengkhianatan. Namun, Ampôn yang cerdik mampu membalasnya. Jadi jangan pernah ciptakan kebohongan yang tidak masuk akal, karena kehobongan membutuhkan kebohongan yang lebih besar untuk menutup kedoknya.
Ini kisah perumpamaan dari seorang saudagar kaya raya di Aceh tempo dulu, yang tak terekam sejarah dan tak terhitung almanaknya. Kisah perumpamaan ini hampir sama dengan kisa Fables, Pilpay, India pada abad keempat masehi. Baiklah kini kuceritakan padamu bagaimana kebohongan dibalas dengan kebohongan. Dan Ampôn di Aceh mampu melakukannya dengan sangat cerdik, ketika sekarung emasnya dimakan tikus.
Sebagai orang terkaya di kampungnya, Ampôn bermaksud melakukan perjalanan ke kota. Jauhnya kota dengan kampungnya membuat ia harus pergi begitu lama, dan menetap di kota itu untuk beberapa saat. Ia ingin membeli barang-barang yang tak dimilikinya di kampung.
Namun sebelum pergi, Ampôn meninggalkan hartanya pada seorang kawannya. Ia ingin harta itu dijaga dengan baik agar ketika ia kembali nanti ia masih memiliki sisa harta untuk menopang hidupnya.
Setelah mengucapkan salam perpisahan dan peusijuek keberangkatan dilakukan, maka berangkatlah si Ampon itu dengan mengendarai geureubak guda, sejenis sado yang kita lihat di Jawa sekarang. Ia berangkat bersama seorang pengawal sekaligus ‘sopir’ geureubak guda itu.
Ini merupakan perjalanan pertama baginya meninggalkan kampung halaman. Kerasnya kehidupan kota membuat ia kehilangan harta bawaanya. Pada saat tiba di pinggiran kota, ia dirampok oleh segerombolan pemuda, sampai di kota ia ditipu oleh penerjemahnya yang lari bersama pengawalnya dengan mengendewari geureubak guda di malam buta. Tinggallah Ampôn sendiri tanpa memiliki harta selain pakaiannya.
Setelah mengalami kesialan bertubi-tubi, ia segera pulang. Hal pertama yang dilakukannya adalah menjumpai temannya untuk mengambil batangan emas yang disimpannya. Namum emas itu telah dijual oleh kawan baiknya itu.
Dengan bersedih kawannya itu berkata kepada Ampôn, bahwa ia telah menyimpan batangan emas satu karung itu seperti menyimpan hartanya sendiri. Ia meletakknya dalam ruangan tergembok, tapi seekor tikus yang tak dikenalnya telah memakan emas milik Ampôn itu. Ia mengatakan itu sebagai kecelakaan yang tak pernah terduga.
Si Ampôn pura-pura bodoh dan mengiyaan saja perkataan kawannya itu. Ia membenarkan perkataan kawannya itu. Ia mengaku memang sedang sangat sial, karena katanya, sudah sejak dulu emas-emas di rumahnya dimakan tikus. “Aku telah mengalami nasib yang sama berkali-kali, karena itu aku bisa menanggung deritaku ini,” katanya dengan wajah lesu.
Mendengar jawaban itu, kawannya sangat senang. Ia lega melihat Ampôn percaya pada ceritanya bahwa seekor tikus telah memakan emasnya. Untuk menyingkirkan kecurigaan bahwa dialah yang mejual emas itu, Ampôn diundang ke rumahnya untuk mengikuti sebuah jamuan makan malam.
Ampôn setuju untuk memenuhi undangan itu, tapi ia berkata akan terlambat datang, karena harus menjumpai anak kawannya dulu di pinggir desa. Ia membawa pulang anak itu dan mengurungnya dalam sebuah ruangan.
Esoknya ia pergi memenuhi undangan kawannya. Tapi kali ini malah kawannya yang sedang dirundung masalah. Ia menanyakan penyebabnya seolah tak tahu apa yang terjadi. Si kawan berkata bahwa ia sedang kesusahan karena anaknya hilang sejak kemarin sore. Ia sudah mencarinya kemana-mana tapi tak menemukannya.
Ampôn mengaku sedih mendengar cerita kawannya. Ia bercerita bahwa ketika pulang dari pasar melihat seekor burung hantu membawa lari seorang anak. Ia membawanya terbang jauh dari kampung itu. Si kawan sangat tersinggung mendengarnya. Ia menganggap perkataan Ampôn itu sebagai olok-olok baginya yang sedang beduka. “Dasar kau kawan yang bodoh Ampôn, mana mungkin burung hantu yang kecil itu mampu membawa terbang anakku yang beratnya hampir 20 kilo.”
Mendengar itu, si Ampôn tersenyum. Ia berkata pada temannya. Di kampung yang tikusnya mampu memakan sekarung emas, bukanlah hal yang aneh bila ada seekor burung hantu mampu menculik dan menerbangkan seorang anak.
Saat itulah lelaki itu sadar bahwa ia telah dijebak Ampôn dengan cerita burung hantu itu. Ia kemudian mengakui perbuatannya bahwa semua emas Ampôn sudah dijualnya. Mendengar pengakuan itu, Ampôn mengajak kawannya tesrebut ke rumahnya dan mempertemukan kembali dengan anaknya.
Jadi hikmah dari cerita ini, jangan menciptakan kebohongan yang tidak masuk akal. Karena butuh kebohongan yang lebih tak masuk akal lagi untuk menutupinya. Ampôn telah mengajari hal itu pada kawannya.[]
Belum ada tanggapan untuk "Emas dan Kebohongan Ampon"
Post a Comment