Alasan manusia hidup hanya karena adanya keindahan, begitu kata Plato. Tapi bagaimana menikmati keindahan dalam gelapnya mata. Untuk menikmati keindahan, mata harus dibuka dari kebutaan. Siapa yang sekarang tidak ingin membuka mata, maka besok ia akan tetap buta.
Sebelum mata dibuka, tentu harus ada yang dimengerti. Syarat paling minimal, mengerti akan keadaan, tapi itu saja pun tidak cukup, karena ketika mata melek terhadap keadaan beragam hal akan muncul, mungkin saja silau cahaya akan jadi penghalang.
Buta dan cahaya hanya tamsilan, bagaimana sebenarnya tergantung interprestasi masing-masing. Boleh jadi buta hanya ketakmengertian, bisa juga kesalahpahaman terhadap keadaan. Yang jelas, cahaya bisa muncul sebagai kesulitan ketika buta dibuka untuk melek.
Mengerti penting untuk memahami keadaan, agar sayap tumbuh sebagai solusi. Harold W Ruoff mengatakan, saat menghadapi kesulitan beberapa orang tumbuh sayap, sedang yang lain mencari tongkat penyangga. Yang disebut terakhir, itulah orang-orang yang buta.
Lalu pertanyaan sekarang, mengapa kita sering lelap terlalu lama dalam kebutaan. Padahal, hidup membutuhkan banyak keinginan untuk perubahan. Saya teringat apa yang dikatakan Winston Churchill di Parlemen Inggris, if we lose our will to live, then, indeed our story is told, kalau kita saja telah kehilangan keinginan untuk hidup, sebenarnya nasib kita sudah ditentukan demikian.
Mungkin kita masih takut terpaan cahaya, hingga bergetar takut untuk membuka mata yang buta. Padahal, Jalaludin Rumi berkata, ketahuilah, apapun yang menjadikanmu tergetar, itulah yang terbaik untukmu.
Pikiran harus dihidupkan agar buta bisa jadi kenangan, bukan masalah dalam pandangan. Semakin banyak yang dipikirkan, semakin banyak pula yang dibutuhkan, semakin besar pula adrenalin yang memompa spirit. Dan tentu semakin menumpuk pula resiko yang akan dihadapi.
Jika kita berpikir tentang hari kemarin tanpa rasa penyesalan dan hari esok tanpa rasa takut, berarti kita sudah berada dijalan yang benar menuju sukses. Dalam sebuah tim kerja Bill Mccatney berkata pada rekannya, kita ada di sini bukan untuk saling bersaing, tapi untuk saling melengkapi.
Menutup coretan ini saya kutip kembali kata Marcus Aurelius, nilai sesungguhnya dari seorang manusia ditentukan oleh tujuan yang dikejarnya. Lalu Thomas Huxley berpetuah, yang penting bukanlah siapa yang benar, melainkan apa yang benar. Jadi dengan kebenaran itu mari buka mata agar yang benar menjadi benar –benar benar. Yang salah akan tetap buta. [*]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Buta"
Post a Comment