Pantôn merupakan salah satu karya sastra Aceh. Pantôn
sering disampaikan secara lisan dalam berbagai pertunjukan, khususnya pada
pertunjukan meutalèh pantôn, suatu
pertunjukan berbalas pantun antara dua pihak.
Meutalèh Pantôn sampai sekarang masih
dipertunjukan, meski tidak lagi sesering masa lampau. Kita bisa melihat adegan
berbalas pantun misalnya pada upacara adat mengantar pengantin (intat lintô). Dua orang yang ahli
berpantun, satu dari keluarga mempelai pria (lintô
barö) dan satu dari keluarga mempelai perempuan (dara barö) saling berbalas pantun sebelum kedua mempelai
disandingkan di pelaminan. Acara berbalas pantun pada upacara adat mengantar pengantin
ini sering disebut sebagai seumapa.
Pantôn Aceh dibagi dalam empat kategori. Pembagian ini
dilakukan berdasarkan jumlah barisnya yang disebut rungkhe. Ada pantôn rungkhe
peuét, rungkhe nam, rungkhe lapan, dan rungkhe
duablah. Kategori yang terakhir, yakni rungkhe
duablah sering juga disebut sebagai haba
meucanèk atau haba meuantôk.
Yang paling banyak kita
jumpai adalah pantôn rungkhe peuét,
umumnya orang menggunakan pantun berbaris empat dalam pertunjukan budaya.
Sementara untuk kategori lainnya, terutama rungkhe
duablah ini jarang kita jumpai. Hanya orang-orang dengan keahlian khusus
yang sering menggunakannya, umpamanya pada prosesi seumapa sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.[iskandar norman]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Meutaleh Panton"
Post a Comment