Cermin tak pernah berbohong. Kilaunya akan menampilkan wujud asli benda di depannya. Seorang kawan dengan pe de mengatakan “Kita sudah cantik”. Dengan bangga aku pun menarik sesungging senyum dengan kadar ihklas seihklasnya. Senangnya bukan main. Tapi seketika aku rapatkan kembali bibirku. “Pujian itu racun,” bisik hatiku. Ya, apa lagi kalau harus memuji diri sendiri.
Masih soal wajah, kawan lain bilang lain lagi, “Mana ada, wajah kita masih berlepotan kok”. Aku jadi bingung. Pada cermin mana keduanya berkaca, sehingga wajah yang ditampilkannya berbeda-beda. Mugkinkah yang satu retak, satunya lagi polos.
Meski perbedaan itu indah. Aku mencoba cermati sisi demokratis dari debat yang bukan debat kusir dengan keduanya. Ya, bukan debat kusir, karena selain berdebat, mereka juga langsung berkreasi bersama layouter sebagai perias ulung yang memoles wajah kami.
Aku kembali berkata kalau itu masih selera internal semata. Konsumen adalah cermin yang sesunguhnya. Pada mereka kita harus berkaca. Berapa tebal bedak yang disukai, perlukah bibir dihiasi gincu, atau pakai kaca mata sekalian biar keren, asal jangan kaca mata kuda aja.
Tapi debat masih saja debat. Yang satu bilang sudah cantik, satunya lagi bilang amburadul. Aku ambil tengahnya aja. Wajah kami masih baru pada tahap lumayan, pikirku. Jadi jangan putus asa ketika kurang dilirik. “Berbedak dulu di depan cermin,” kataku. Itu pun jangan pada cermin yang retak. Aku khawatir jangan-jangan wajah yang katanya indah itu ternyata sumbing.
Kawan yang satunya lagi berkata. “Cermin itu ya kita-kita ini, kita yang mendesain wajah kita sendiri”. Nah, aku protes, ini namanya ego kalau kita harus bercermin pada wajah sendiri. Itu angan-angan bung, kataku.
Bagaimana pun debat tetaplah debat. Bersuara lantang dibolehkan, tapi dengan alasan sempurna. Kawanku itu bilang, bagaimana kita mau merias wajah yang apik bila cerminnya terbalik. Tentu wajah tidak akan tampak.
Akhirnya, semua bersatu pada kata sepakat dalam komitmen dan kolaborasi, untuk membalik cermin itu agar wajah terlihat jelas di dalamnya. Cantikkah atau sumbing kah kita. Tapi masalahnya, siapa yang akan mengambil kunci ruang atasan, toch cermin itu tersembunyi dalam kamar keegoaanya.***
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Cermin"
Post a Comment