Actus non facis reun nisi mensir rea, tiada terpidana tanpa kesalahan. Ungkapan yang
menyiratkan makna hukum di atas segala-galanya itu, di zaman modern ini ketika uang dan kekuasaan berkuasa, tampaknya tak selamanya benar. Bagaimana pun kadang kada ada terpidana tanpa kesalahan.
Setidaknya itu yang dirasakan betul oleh Hj Ratnawati. Pegawai kantor camat Meurah
Dua, Kabupaten Pidie ini, harus berhadapan dengan pengadilan. Ia dijerat dengan pasal
penipuan meski ia sendiri menjadi korban penipuan calo pegawai negeri sipil.
Rabu, sidang perdana digelar di Pengadilan Negeri (PN) Sigli. Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim Toni Irfan (hakim ketua) Tgk Syarafi dan Juwita (hakim anggota) Ratnawati dijerah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Sigli dengan pasa 378 atas tuduhan penipuan. “Saya korban, sudah jatuh tertimpa tangga, saya terima ini sebagai cobaan,” kata Ratna dengan nada datar usai persidangan.
Dalam sidang dengan agenda pembacaan dakwaan itu, Ratnawati didampingi dua kuasa hukumnya, Yahya Alinsa SH dan Ansharullah Ida SH dari kantor pengacara Yahya Alinsa and Asociate.
Ratna menjelaskan, ia terjebak dalam sindikat calo Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada tahun 2005 lalu. Saat itu untuk mengisi formasi pegawai yang meninggal akibat tsunami, dibukalah formasi CPNS pengganti.
Pengisian formasi pengganti itu dilakukan berdasarkan surat yang dikeluarkan oleh
Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Jakarta tanggal 10 Juni 2005. Surat bernomor F 26-4/V 61-8/39 yang ditandatangani oleh Drs H Ridwan Kamarsyah, MM atas nama Kepala BKN Deputi Bidang Pengendalian Kepegawaian, ditujukan kepada Gubernur NAD.
Kemudian pada 16 Agustus 2005, Taufiq Effendi atas nama Menteria Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) Republik Indonesia mengeluarkan surat bernomor B/154/M.PAN/8/2005. Surat yang bersifar segera itu memuat perihal pengisian formasi CPNS Tahun Anggaran 2005.
Dalam surat yang ditujukan kepada Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) disebutkan bahwa berdasarkan surat Gubernur NAD nomor: Peg.800/1160, tanggal 30 Juli 2005, Menpan memberi tanggapan bahwa pengisian formasi CPNS itu menganut sistim satu pintu, yaitu dari Gubernur. Dengan demikian semua dipertanggungjawabkan kepada gubernur untuk menghindari terjadinya kesimpang-siuran.
Kesempatan itu ternyata dimanfaatnya oleh Bustami. Pria asal Idi, Aceh Timur yang menetap di Jakarta ini mengatakan punya koneksi ke Mempan untuk mengurus penerimaan pegawai tersebut. Di Sigli Bustami mengunakan Said Nazar bin Husein untuk mencari CPNS yang akan diurus.
Menegtahui hal itu Ratnawati menghubungi Said agar mengurus salah seorang anaknya menjadi CPNS. Usaha Ratnawati itu diketahui saudaranya yang meminta mengurus anaknya. Imbalannya Said meminta uang Rp 25 juta sampai Rp 30 juta per CPNS.
Celakanya, hal itu diketahui oleh beberapa orang di Ulee Gle, Kecamatan Bandar Dua, kabupaten Pidie. Mereka pun mendatangi Ratnawati meminta agar anak mereka juga diurus menjadi CPNS. Ada sepuluh orang yang menyerahkan uang melalui Ratna untuk pengurusan CPNS tersebut. “Uang itu semua saya serahkan transfer ke Said melalui rekening Bank BNI Cabang Medan,” jelas Ratna sambil memperlihatkan bukti transfer uang tersebut.
Kenyataanya kemudian, Bustami selaku calo malah ditangkap. Ia dijebloskan dalam penjara. Namun setelah melalui serangkaian persidangan di PN Sigli, pria berewokan itu divonis bebas.
Salah seorang sumber Independen di PN Sigli menduga ada permainan dalam kasus tersebut, karena jaksa tidak menghadirkan Said sebagai saksi. Yang dihadirkan hanya beberapa korban, yang tidak pernah berhubungan dengan Bustami. Karena itulah Bustami divonis bebas setelah hampir satu tahun mendekam dalam penjara Benteng, Sigli.
Sementara Said dalam kasus yang sama, Jum’at (21/03) divonis 18 bulan penjara oleh majelis hakim di PN Sigli. Kini tinggallah Ratnawati yang harus berhadapan dengan pengadilan. [Iskandar Norman]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Ratnawati Terseret Calo PNS"
Post a Comment