Bermain geudeu-geudeu bagi masyarakat Pidie Jaya sudah biasa, tapi menjadi luar biasa ketika Jonathan bule asal Inggris ikut menjajalnya.
Matahari belum sepenggalah, Rabu pagi (30/3) puluhan pemuda Gampong Paya Leumo, Rawasai, Kecamatan Tringgadeng, Kabupaten Pidie Jaya sudah tumpah ke sawah yang baru selesai dipanen. Sisa-sisa batang padi yang sudah dipotong diratakan. Di atasnya ditumpuk jerami. Setelah semua rata dan tertutup jerami, sekelilingnya ditarik tali pastik (tali rafia-red) sebagai pembatas. Arena pertaurangan geudeu-geudeu pun siap.
Enambelas pemuda berbadan kekar masuk arena. Delapan duduk berbari di ujung utara, delapan lagi di ujung selatan. Hanya ikatan kain kecil di pinggang yang membedakan kelompok mereka. Yang di utara berwarna kuning, di selatan merah. Dua kelompok ini akan diap bertarung. Bukan delapan lawan delapan, tapi secara bergiliran, satu lawan dua.
Di sekeliling lapangan bermatras jerami itu, pulahan warga berdiri menyaksikan pertandingan. Salah satu diantaranya adalah Jonathan, bule asal Inggris yang sengaja datang ke Paya Leumo bersama dua kameramen dan satu pemandu. Bule ini akan ikut bermain dan direkam untuk acara salah satu stasiun televisi swasta.
Empat pria paruh baya juga masuk, mereka berdiri di setiap sisi lapangangan. Pinggang mereka juga terikat kain berwarna biru muda. Mereka disebut ureueng seumeugla (juri pelerai) yang akan mengawasi pertandingan dari empat sisi lapangan. Hanya empat juri ini yang berpakaian lengkap. Sementara para petarung hanya mengenakan celana. Pertandingan akan segera di mulai.
Juri pelerai di bagian barat mengangkat tangan dan mengacungi jempol sambil menoleh ke tiga juri lainnya. kemduian ia memberi isyarat, yang merah yang harus lebih dulu menyerang. Satu dari delapan pria dengan kain merah di pinggangnya bangkit untuk menantang (tueng) dua orang dari kelompok lawan.
Ia berjalan melenggang lenggok sambil mengetip jari. Ia begitu mahir memainkan ujung jari, sehingga suara ketipannya sangat jelas terdengar. Ia terus berjalan mengelilingi arena dan sesekali bertepuk tangan memancing lawan untuk maju. Tapi delapan orang yang ditantang itu belum juga bangkit, mereka masih melirik kiri kanan, seolah membuat kesepakatan siapa dua orang diantara mereka yang akan maju untuk menjawab tantangan itu (pok).
Pria dengan ikat pinggang kain merah masih melenggak lenggok, provokasinya belum dijawab pihak lawan. Secara tiba-tiba ia berlari dan menjatuhkan badannya dan telungkup di hadapan delapan lawan. Matanya menatap tajam ke delapan lawan yang masih belum bangkit.
Tujuh pria berkain merah di bagian selatan ikut memprovokasi agar lawan bangkit menyerang kawan mereka yang menentang. “Wajada han ditijeut pok…wajada han ditiejeut pok..” teriak mereka berulang ulang. Maknanya kira kira lawan tak berani menjawab tantangan. Penonton ikut bertepuk tangan dan mengucapkan kalimat yang sama. Kali ini lawan baru terprovokasi.
Dua pemuda berikat pinggang kuning bangkit berpegang tangan. Mereka memutar mutar tubuh lawannya yang di atas jerami. “Rimueng tapa beraksi,” teriak penonton. Rimueng tapa merupakan sebutan untuk pria penantang tadi, ia mengangkat badannya dari jerami bertumpu dengan kedua tangannya, dan berputar seperti harimau mengelilingi mangsa.
Perlahan-lahan ia bangkit melihat tajam ke dua pemuda yang mencoba menghalaunya. Pertarunganpun terjadi. Kedua pria itu menyerang, mencoba meraih badan rimueng tapa untum membantingnya. Tapi rimueng tapa terlalu cekatan. Ia berhasil mengelak dan serbuan dua lawan. Dengan gerak cepat ia bergeser beberapa langkah dan memukul punggul salah satu lawannya. Tapi yang dipukul tidak jatuh, ia masih memegang tangan kawannya. Punggungnya tampak memar.
Dua pria itu terus coba menyerang. Tapi pertahanan rimueng tapa masih kuat dengan kuda kudanya, badannya condong ke depan sedikit membungkuk. Matanya megawasi langkah kedua lawan, ia mencoba mencari mencari celah untuk menyerang. Dalam hitungan detik dua pria itu menyerang secara bersamaan, satu memukul bagian atas, satu lagi menyerang bagian bawah.
Rimueng tawa terlihat gesit menangkis serangan, tapi pertahanan kakinya akhirnya goyah ketika lawan berhasil merangkul pinggangnya. Tubuhnya diangkat sesaat kemudian rimueng tapa dibanting hingga tubuhnya tertindih kedua lawan. Ketika petarung itu masih bergumul di matras jerami. Empat juri dari empat sisi lapangan kemudian berlari ke tengah dan melerainya. Rimueng tapa sang penantang dinyatakan kalah dari dua lawannya. Ketiga petarung bersalaman dan kembali ke tempat masing-masing.
Pertandingan babak kedua kemudian dilanjutkan. Kelompok yang sebelumnya pok akan menjadi tueng, begitu juga sebaliknya. Yang tadi menantang kali ini akan ditantang. Salah seorang petarung dari kelompok berikat pinggang kuning bangun melangkah meliuk liuk dan mengayunkan tangannya di hadapan kelompok berikat pinggang merah.
Dua pria dari kelompok merah bagkit menjawab tantangan, mereka menyerang memutari tubuh lawan, lawan yang diserang juga melakukan hal yang sama, sampai kemudian tubuh pria itu didekap dan punggungnya dipukul. Mereka terus bergumul hingga kemudian leher penantang itu dirangkul dan tubuhnya dibanting. Skor kini satu sama. “Wajada ka jiseumpom, (wajada sudah dibanting-red)” teriak penonton sambil tertawa.
Bule Ikut Main
Melihat itu, Jonathan, tiba-tiba masuk arena. Salah seorang juri menghampiri dan memegang tangannya. Kepada juri bule asal Inggris itu mengatakan ingin ikut main gulat ala Aceh tersebut. Juri mengizinkannya, tapi harus membuka sepatu, cincin dan gelangnya. Jonathan pun membuka sepatu, cincin dan gelangnya. Ia kemudian duduk di barisan delapan pemuda berikat pingang kain merah. Ia menyatakan ingin menantang dua lawan di hadapannya.
Jonathan berjalan pelan melenggak-lenggok mengayunkan tangannya. Kemudain menjatuhkan badannya tepat di hadapan delapan pria yang ditantangnya. Melihat itu penonton sekeliling lapangan tertawa dan bertepuk tangan. Dua pemuda bangkit, berpegang tangan mengelilingi Jonathan, pria bule itu pun bangkit dan agak membungkuk mengajun tangannya ke arah dua pria yang ditantangnya.
Jonathan tiba-tiba kaget ketika seorang lawan menyerang pinggangya, sementara seorang lagi menyerang wajahnya. Tubuhnya kemudian terangkat dan dia dibanting. Bule itu memegang punggungnya menahan sakit. Ia kemudian tertawa setelah juri melerai pertarungan tersebut. Ronde selanjutnya Jonathan yang ditantang, ia bangkit bersama seorang pria berikat pinggang kain merah dan menyerang penantang tersebut. Jonathan mencoba menyerang dari bawah, tapi ia gagal meraih pinggang lawan, malah badannya yang jatuh ke matras jerami. Beruntung kawannya berhasil menjatuhkan lawan, sehinggan sekor mereka satu sama.
Begitulah pertarungan itu terus berlanjut dari ronde ke ronde hingga keenambelas pemain plus Jonathan semua mendapat girian menantang dan menjawab tantangan. Benar-benar sebuah hiburan yang menggembirakan, meski para pemain harus keluar arena dengan badan memar.
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Ketika Bule Menjajal Geudeu-geudeu"
Post a Comment