Ia lelaki dari kaum biasa, yang mendapat kehormatan memperistrikan Cut Mutia setelah Teungku Syik Ditunong meninggal.
Pada hari-hari sebelum menjalani hukuman matinya, Teungku Syik Di Tunong masih diperkenankan menerima kunjungan istrinya. Ia meminta kepada Cut Mutia agar mendidik anaknya menjadi seorang panglima perang yang akan meneruskan perjuangannya.
Pesan lainnya, agar Cut Mutia menikah dengan Pang Nanggroe setelah ia meninggal. Cut Mutia pun bersumpah kepada suaminya itu, akan melaksanakan dua amanah tersebut.
Berbekal sumpah Cut Mutia itu pula, Teungku Syik Ditunong dipagi-pagi buta dengan tersenyum menuju pantai dekat Lhokseumawe. Sebuah regu militer ditempatkan Belanda untuk mengeksekusinya. “Dia mati sebagai seorang jantan,” tulis seorang mantan serdadu Belanda yang kemudian menjadi wartawan perang, HC Zentgraaff.
Tinggallah Cut Mutia yang sedang hamil. Berdasarkan adat lembaga Aceh, anak yang dikandung Cut Mutia lah yang berhak menduduki jabatan Uleebalang Keureutoe, pengganti Teungku Chik Di Tunong, ayahnya. Tapi tak lama setelah dilahirkan, anak itu meninggal dunia.
Setelah 44 hari kematian bayinya itu. Cut Mutia pun melaksanakan amanah kedua dari almarhum suaminya. Ia memberitahukan kepada Pang Nanggroe, bahwa dirinya sudah siap untuk diperistrikan.
Pang Nanggroe bukanlah seorang pemuda terkemuka. Ia hanyalah seorang tuha peut di kampung Matang Teungoh. Tapi mengapa almarhum Teungku Syik Di Tunong meminta agar Cut Mutia menikah dengannya.
Pertanyaan itu muncul dari setiap orang saat itu. Apalagi masih banyak kaum Uleebalang yang berhasrat meminang Cut Mutia setelah kematian suaminya itu. Tapi semua itu ditolak, karena dianggapnya sebagai pria yang lemah.
Beda dengan Pang Nanggroe, ia telah lama ikut dalam peperangan mendampingi Teungku Syik Di Tunong dan Cut Mutia. Di mata Cut Mutia, ia mampu membuktikan dirinya sebagai pejuang pemberani yang penuh semangat, yang mampu menggantikan peran Teungku Syik Di Tunong, baik sebagai panglima perang, maupun sebagai suami baginya.
Mendapat kabar dari Cut Mutia, Pang Nanggroe yang didampingi Pang Lateh bersama pasukannya pun turun gunung untuk meminang Cut Mutia, yang sudah menunggu bersama Teuku Raja Sabi (putra raja wali) anaknya.
Cut Mutia didudukkan di sebuah tandu, sementara anaknya, Teuku Raja Sabi dijaga oleh puluhan pasukan Pang Nanggroe. “Mereka adalah para jantan yang tahan uji, yang bertugas memberikan pengawalan terhadap sang anak dimana pun ia berada,” tulis Zentgraaff.
Pada September 1905, Pang Nanggroe bersama gerombolan pimpinan Teuku Ben Pira, saudara Cut Mutia, melakukan serangan bersama-sama terhadap Belanda. Kemenangan demi kemenangan pun mereka capai. Belanda tambah kerepotan.
Tapi dua tahun kemudian, tepatnya 1907, Teuku Ben Pira meninggal, gugur dalam peperangan. Sejak saat itulah pasukan Teuku Ben Pira sepenuhnya berada dibawah pimpinan Pang Nanggroe.
Menurut Zentgraaff, Pang Nanggroe merupakan seorang panglima perang yang punya mobilitas tinggi. dia merupakan pejuang yang tak terduga, yang bisa melakukan serangan dadakan kapan saja.
Pada 6 Mei 1907, ia bersama 20 pasukannya, menyerang sebuah bivak militer Belanda. Dua tentara Belanda tewas empat luka-luka dalam serangan kilat itu. Ia juga berhasil merampas 10 pucuk senapan beserta 750 butir peluru, serta sebuah senapang berburu dan sebuah karaben winchester.
Sebulan kemudian, tepatnya 15 Juni 1907, Pang Nanggroe kembali menyerang bivak militer Belanda di Keude Bawang, Idi, Aceh Timur. Merampas persenjataan militer Belanda, dan meninggalkan pedang-pedang tua di sana. “Ini merupakan bukti, betapa cepatnya Pang Nanggroe dan pasukannya bergerak. Ia merampas senapan dari pihak kita, dan meninggalkan pedang-pedang tua, setumpuk besi tua yang bisa kita dapatkan di setiap keude,” lanjut Zentgraaff.
Terhadap kesuksesan Pang Nanggroe tersebut, Zentgraaff menulis. “Tampaknya hasil jerih payah kita (Belanda-red) bertempur puluhan tahun, musnah seluruhnya. Dan bagi Cut Mutia pastilah sesuatu yang sangat mengembiran, melihat seluruh rakyat Keureutoe bergolak,” tulis Zentgraaff. [iskandar norman]
Artikel keren lainnya:
2 Tanggapan untuk "Pang Nanggroë Penerus Tradisi Panglima"
that jroh untuk ta posting bak forum nanggroe nyoe, nyak teubuka wawasan awak nyoe teuntang Nanggroe Endatu.
jeut silahkan copas nyang peunteng beuneusebut sumber.
Post a Comment