Untuk mempercepat invansi Belanda ke Aceh, Arifin terus mencoba menggunakan Studer sebagai kambing hitam untuk meyakinkan Belanda. Setelah pulang dari Riau, Arifin segera menuju Singapura pada tanggal 1 Maret 1873, Ia kembali menemui Studer meminta dibuatkan surat yang ditujukan kepada Panglima Tibang. Maksudnya, akan dijadikan bukti tambahan dalam usaha memperkuat kebohongannya kepada Konsul Belanda di Singapura, Read.
Studer yang tidak menyangka akan dibohongi, memenuhi permintaan Arifin itu. Namun, Studer hanya menulis surat biasa yang merupakan basa-basi belaka. Antara lain, mengharapkan mudah-mudahan Panglima Tibang tiba di Aceh dengan selamat dan semoga senantiasa berada di dalam keadaan sehat serta sejahtera.
Akan tetapi, Arifin tidak mengirim surat Studer itu kepada Panglima Tibang, sebaliknya diberikan kepada Read. Bersama surat itu ia menambahkan sebuah “rencana pertahanan” yang katanya berasal dan Studer untuk disampaikan kepada Panglima Tibang. Rencana ini sangat ganjil apabila ditinjau dari segi militer, apalagi kalau dikatakan dibuat oleh Studer, seorang militer yang berpangkat mayor.
Rencana itu merupakan sebuah bagan dengan tulisan Melayu sebagai berikut: “Jika orang-orang Belanda datang menyerang Aceh, hendaklah semua orang Aceh serentak menyerang dan menghancurkannya.” Bagan kecil itu berupa sebuah segitiga yang dibagi empat dalam ukuran yang tidak sama, kira-kira menggambarkan peta Aceh.
Dalam bagian bagiannya tertulis keterangan seperti 5.000 orang dalam hutan sebelah selatan pelabuhan, 5.000 orang di sebelah barat, dan 5.000 orang di pedalaman. Laporan tambahan ini disampaikan oleh Arifin kepada Belanda untuk menambah kepercayaan mereka bahwa Aceh memang sudah bertekad hendak berperang melawan Belanda dan Amerika sudah pasti akan turut campur tangan.
Sementara itu, suatu telegram telah tiba di Batavia yang bunyinya sebagal berikut: “Dan sumber yang sangat dipercaya diterima kabar bahwa armada Amerika di Hongkong dipastikan telah menerima perintah untuk berlayar ke Aceh sebelum kita berada di sana.” Diketahui kemudian, bahwa yang dimaksud dengan sumber yang sangat dipercaya tidak lain adalah sebuah perusahaan dagang Belanda di Hong Kong. Dan yang dikatakan perintah bagi armada Amerika itu ternyata sama sekali tidak ada.
Belanda tidak menyadari peranan yang dimainkan oleh Arifin dalam peristiwa Singapura. Hal ini terbukti pada tanggal 6 Maret 1873 ketika Menteri Jajahan Belanda, van de Putte, menulis surat kepada Read, sebagai berikut; “Mengucapkan terima kasih atas khidmamya yang baik terhadap Belanda, terutama yang dialami dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa yang akhir di kepulauan Hindia.”
Peristiwa-peristiwa itu turut direkayasa oleh pejabat-pejabat Belanda beserta kaki tangannya. Oleh karena kawat mengenai “komplotan” Studer di Singapura terus membanjiri Den Haag, Pemerintah Belanda menginginkan agar pihak Amerika Serikat memberi bantahan.
Atas desakan Den Haag, duta besar Amenika di Den Haag mengirim kawat ke Washington sebagai berikut: “Pemerintah Belanda menginginkan supaya dikawatkan kepada Konsulat Amerika di Singapura agar tidak campur tangan dalam masalah-masalah Sumatra.”
Kawat itu diterima di Washington pada tanggal 6 Maret 1873. Menteri Luar Negeri Amerika serikat, Fish, agak terkejut karena baru pertama kali mendengar peristiwa itu. Maka kawat itu dijawab sebagai berikut: “Pemerintah Amerika tidak mempunyai bukti bahwa konsul di Singapura campur tangan; oleh karena tidak memperoleh bukti yang nyata tidak mungkin menganggap dia telah melakukan hal-hal di luar yang ditugaskan. Jika Pemerintah Belanda mengajukan pengaduan, hal itu dengan sepenuhnya akan dipertimbangkan dan kepada konsul kami akan dikirimkan instruksi sesuai dengan kewajiban yang dituntut dan kami terhadap sesuatu negara sahabat.” Jawab Fish.
Tembusan jawaban itu diserahkan oleh Gorham, Duta Besar Amerika di Den Haag kepada Gericke, Menteri Luar Negeri Belanda pada tanggal 7 Maret 1873. Oleh karena Belanda tetap mendesak, Fish mengirim kawat kepada Studer pada tanggal 8 Maret 1873 sebagai berikut: “Pemerintah Belanda menyatakan adanya campur tangan Anda dalam urusan-urusannya di Sumatra; hentikan kalau ada dan laporkan kejadian yang sebenarnya.”
Setelah menerima bantahan dari Amerika, Den Haag meyakinkan Batavia bahwa perundingan dengan Aceh tidak diketahui dan bahwa konsul tidak pernah diberi wewenang untuk itu. Dengan adanya bantahan dan Amerika, van de Putte agak menyesal telah menyetujui ultimatum terhadap Aceh.
Akhirnya, dia mengirim kawat ke Batavia yang isinya sebagai berikut: “Kita harap, kita tidak ingin melarang Anda mengadakan perundingan, akan tetapi pertimbangan bahwa pengakuan kedaulatan atau perang sebagai tuntutan, akan menimbulkan pengaruh di mana-mana.”
Pada tanggal 5 Maret 1873, Konsul Belanda di Singapura. Read mengirim kawat kepada Gubernur Hindia Belanda, James Loudon bahwa Angkatan Laut Amerika tidak menuju ke Aceh. Meskipun demikian, Komisaris Pemerintah merangkap Wakil Presiden Hindia Belanda F N Nieuwenhijzen tetap diutus ke Aceh pada tanggal 8 Maret 1873.
Sebagai jawaban atas kawat Den Haag mengenai ketidakterlibatan Amerika, Loudon mengajukan ultimatumnya sebagai berikut: “Diperkirakan tidak akan ada jaminan keamanan tanpa pengakuan kedaulatan. Dengan tidak adanya pengakuan kedaulatan pengiriman ekspedisi tidak ada faedahnya. Mengharapkan segera perintah yang positif, atau biarkan saya memutuskan sendiri persoalan ini atas tanggung jawab saya sendiri.”
Pada tanggal 10 Maret 1873 Van de Putte menjawab: “Tidak berkeberatan apabila pengakuan kedaulatan merupakan hasil dan perundingan. Akan tetapi, saya tidak membenarkan pengakuan kedaulatan merupakan tuntutan.”
Dua hari kemudian, 12 Maret 1873 Loudon menjawab:“Mengharapkan segera dijelaskan tuntutan yang bagaimana yang harus saya ajukan. Saya sebenarnya tidak menemukan titik awal yang lain tidak usah membuang waktu lebih banyak.”
Den Haag terpaksa menyerah, Nieuwenhuijzen pun diutus ke Aceh. Dalam perjalanannya ke Aceh ia singgah di Singapura untuk menemui Read karena tidak yakin akan ada bahaya dan Angkatan Laut Amerika; malahan dia pernah mendengar tentang pengkhianatan Arifin. Namun, bersama Arifin dia berangkat ke Aceh membawa ultimatumnya. Tatkala Sultan Aceh menolak ultimatum tersebut. [*]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Amerika Diseret Dalam Konflik Aceh"
Post a Comment