Mengawali celoteh ini, saya mengutip ungkapan Bertrand Russel, filosof Inggris. Katanya, manusia punya banyak keinginan yang tak terhingga. Manusia berangan-angan. Dalam angan itu ada kemenangan-kemenangan yang dikhayalkan. Apabila khayalan itu dianggap mungkin, maka beragam upaya dilakukan.
Namun, menggapai khayalan itu, banyak yang terjebak dalam permainan. Termasuk media massa yang kadang kala larut dalam skenario pihak ketiga, atau malah melarutkan diri untuk kepentingan politik sesaat, apalagi menjelang pemilu, media terjebak jadi alat politik.
Soal media partisan seperi itu, Noam Chomksy, seorang pemikir Yahudi-Amerika malah berpendapat lebih radikal. Katanya, politik itu hanya permainan media. Dengan berdalih sebagai pengawas kinerja pemerintah, media cendrung terjebak memposisikan diri sebagai oposisi, lalu menyerang untuk kepentingan yang sangat-sangat partisan. Media bersekongkol untuk mengamankan kepentingan partai tertentu.
Kecenderungan seperti itu, kini terjadi di Aceh. Sadar atau tidak, media masih terjebak pada upaya menggaet keuntungan melalui beragam materi kampanye banyak partai, tinimbang mengkritisi upaya pembohongan publik melalui beragam pamflet, poster dan selebaran kampanye tersebut.
Gawatnya lagi, ketika media berlagak seperti hakim. Mengabari peristiwa dengan memvonis lawan untuk kepentingan partai tertentu. Sadar atau tidak sesuatu yang baik, buruk, benar dan tidak dilebelkan dengan leluasa terhadap pihak lain yang dianggap lawan.
Ironisnya lagi, ketika itu dilakukan dengan menjebak pihak lain dan mempolitisir pernyataannya. Inilah yang dinamakan hikayat mengupat dengan mulut orang ketiga. Agar tidak terjebak dalam permainan seperti itu, media harus mampu berprilaku demokratis, serta komit terhadap nilai-nilai kebebasan civil liberty.
Mengakhiri celoteh ini, saya mencoba ulang apa yang pernah dikatakan penulis Rusia, Vladimir Bukovsky pada September 1968. Katanya, kemerdekaan menyatakan pikiran dan kemerdekaan pers adalah pertama sekali kemerdekaan untuk mengkritik. Tak ada yang melarang memuji pemerintah, maka mengkritik pun tidak dilarang. Namun mari mengkritik dengan santun, tanpa menjadi alat permainan. Biar orang lain yang jadi kuda tunggangan.[AI/02/07/08]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Permainan"
Post a Comment