Integritas punya banyak makna. Ada kalanya berarti kejujuran, mutu, sifat, bisa juga didefinisikan sebagai keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki kemampuan yang memancarkan kewibawaan.
Namun bagaimana integritas itu muncul tanpa disiplin. Inilah penyakitnya. Di satu sisi kita ingin integritas memunculkan kewibawaan, sehingga menghasilkan sesuatu yang dihargai, disegani dan dianggap berguna. Tapi di sisi lain kita belum mampu menjaga waktu untuk benar-benar disiplin. Rapat saja selalu bergeser dari jadwal. Hasil proyeksi juga tak pernah seperti yang diharapkan.
Susah memang mengatur wartawan. Apalagi ketika merasa sudah punya nama, merasa dibutuhkan. Kata kawan saya kemarin, itu ibarat kuda yang diseret ke kubangan, yang tak akan minum sebelum dia haus. Tapi haruskah wartawan selalu dicambuk seperti kuda? Padahal setiap pagi selalu disuapi dengan pembekalan.
Ironis memang, ketika semangat kerja angin-anginan. Seperti menaikkan layangan saya ada tarik ulurnya. Padahal kerja harus selalu melihat ke depan, tak bisa ditarik ulur. Gawatnya lagi, ketika kerja tak sepenuh hati. Merasa sudah cukup pintar hingga tak lagi perlu jujur melaksanakan setiap penugasan.
Inilah penyakit yang harus dibasmi sebelum menjalar ke tubuh, kalau perlu diamputasi. Urusan cacat di beberapa bagian, nanti tunas baru akan muncul untuk menyempurnakannya, meski mencari tunas yang benar-benar berkarakter, jujur dan tidak cengeng itu susah.
Sistem yang dirancang mengawal kejujuran tak akan berguna bila integritas dalam melaksanakannya tidak ada. Masih saja ada jurang yang terjal antara perkataan dan tindakan. Di meja rapat semua bisa ya, tapi pelaksanaannya masih berbau tidak. Hingga hasil tak pernah maksimal sebagaimana diproyeksikan.
Integritas akan benar-benar muncul apabila rasa malu masih membarenginya. Sayangnya rasa malu terasa sudah sangat mahal. Bagaimana pun, kalau lingkungan hidup kita masih brengsek, kita pun akan ikut menjadi brengsek. Kalau dusta dan munafik merupakan gaya hidup yang dapat memberikan keselamatan, maka dengan senang hati kita pun akan menjadi munafik yang lebih besar.
Pertanyaanya sekarang, lingkungankah yang brengsek atau diri kita sendiri yang masih ogah untuk berlaku jujur? Moga saja tak ada yang perlu diseret ke kubangan seperti kata kawan saya, apalagi amputasi, meski tunas baru harus tetap disiram untuk tumbuh rindang.[AI/10/07/08]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Integritas"
Post a Comment