Fitna hanya sebuah kata, tapi gaungnya telah menembus tujuh benua. Sebulan terakhir, fitna menjadi kata yang begitu kontroversial. Ia hanya sebuah judul film berdurasi tujuh belas menit. Namun, telah membuat geger ketika menyentuh keyakinan. Ya, Islam merasa disinggung. Umatnya pun berang.
Namun bagaimana pun, Fitna sebagai sebuah kata mempunyai hak untuk hidup dalam belantara abjat. Hanya saja apa yang ditabalkan atas namanya yang harus digugat. Ia menjadi masalah ketika yang dilebelkan padanya oleh Geeat Wilders, anggota parlemen Belanda sebuah penghinaan terhadap Islam.
Sekali lagi, sebagai sebuah kata fitna punya hak untuk hidup dalam belantara abjat. Andre Gide, seorang ilmuan terkemuka abad ke 20 mengatakan, kata mempunyai hak untuk hidup. Dan jika dia tidak mempunyai hak untuk hidup, kata pun mempunyai hak untuk mengembangkan suatu pemikiran.
Kata merupakan sumber bagi munculnya suatu gagasan dan lahirnya inti pemikiran. Pemikiran Wilders lah yang harus digugat, bukan kata fitna yang harus diributkan.
Jumat (4/4) kemarin, gugatan terhadap pemikiran Wilder itu menjalar ke Aceh. Seratusan pelajar Aceh menggelar aksi di depan Gues House Uni Eropa, Jalan Sudirman Banda Aceh. Mereka membakar replika Wilder sebagai protes atas pemikirannya dalam Fitna yang menghebohkan itu.
Namun di samudera seberang sana (Eropa) itu dianggap sebagai sebuah kebebasan berekspresi. Penulis Rusia, Vladimir Bukovsky pada September 1967, mengatakan bahwa hakikat kemerdekaan yang pertama sekali adalah kemerdekaan menyatakan pikiran.
Tapi sekali lagi, ketika ekspresi pikiran itu menyenggol keyakinan, ia pun berhak digugat, meski kata yang digunakannya berhak hidup dalam belantara abjad. Ya, fitna hanya sebuah kata, tapi Wilder telah membuatnya begitu gempar.***
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Fitna"
Post a Comment