Perayaan meugang di Aceh menarik perhatian berbagai pihak untuk mengupasnya. Selain unik dan religius juga mengandung nilai kebersamaan. Sebuah situs masyarakat melayu www.melayuonline.com malah mengupas nilai-nilai yang terkandung dalam tradis meugang.
Dalam situs tersebut disebutkan, tradisi meugang tidak hanya memiliki makna lahiriah sebagai perayaan menikmati daging sapi, melainkan juga memiliki beberapa dimensi nilai yang berpulang pada ajaran Islam dan adat istiadat masyarakat Aceh.
Pelaksanaan tradisi Meugang memang bermula dari upaya masyarakat Aceh untuk merayakan datangnya bulan puasa dan dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Bagi masyarakat muslim pada umumnya, datangnya bulan Ramadhan disambut dengan gegap gempita. Tak terkecuali bagi masyarakat Aceh.
Meugang yang dilaksanakan sebelum puasa merupakan upaya untuk mensyukuri datangnya bulan yang penuh berkah. Meugang pada Hari Raya Idul Fitri adalah sebentuk perayaan setelah sebulan penuh menyucikan diri pada bulan Ramadhan. Sementara Meugang menjelang Idul Adha adalah bentuk terima kasih karena masyarakat Aceh dapat melaksanakan Hari Raya Qurban.
Sejak zaman Kerajaan Aceh Darussalam, perayaan meugang telah menjadi salah satu momen berharga bagi para dermawan dan petinggi istana untuk membagikan sedekah kepada masyarakat fakir miskin. Kebiasaan berbagi daging Meugang ini hingga kini tetap dilakukan oleh para dermawan di Aceh. Tak hanya para dermawan, momen datangnya hari Meugang juga telah dimanfaatkan sebagai ajang kampanye oleh calon-calon wakil rakyat, calon pemimpin daerah, maupun partai-partai di kala menjelang Pemilu.
Selain dimanfaatkan oleh para dermawan untuk berbagi rejeki, perayaan Meugang juga menjadi hari yang tepat bagi para pengemis untuk meminta-minta di pasar maupun pusat penjualan daging sapi. Para pengemis ini meminta sepotong atau beberapa potong daging kepada para pedagang. Ini berkaitan dengan terbangunnya nilai sosial atau kebersamaan.
Tradisi meugang yang melibatkan sektor pasar, keluarga inti maupun luas, dan sosial menjadikan suasana kantor-kantor pemerintahan, perusahaan-perusahaan swasta, serta lembaga pendidikan biasanya akan sepi sebab para karyawannya lebih memilih berkumpul di rumah. Orang-orang yang merantau pun bakal pulang untuk berkumpul menyantap daging sapi bersama keluarga. Perayaan Meugang menjadi penting karena pada hari itu akan berlangsung pertemuan silaturrahmi di antara saudara yang ada di rumah dan yang baru pulang dari perantauan.
Pentingnya tradisi Meugang, menjadikan perayaan ini seolah telah menjadi kewajiban budaya bagi masyarakat Aceh. Betapa pun mahal harga daging yang harus dibayar, namun masyarakat Aceh tetap akan mengupayakannya, sebab dengan cara ini masyarakat Aceh dapat merayakan kebersamaan dalam keluarga. Dengan kata lain, melalui tradisi Meugang masyarakat Aceh selalu memupuk rasa persaudaraan di antara keluarga mereka.
Tradisi meugang juga menjadi ajang bagi para menantu untuk menaruh hormat kepada mertuanya. Seorang pria, terutama yang baru menikah, secara moril akan dituntut untuk menyediakan beberapa kilogram daging untuk keluarga dan mertuanya. Hal ini sebagai simbol bahwa pria tersebut telah mampu memberi nafkah keluarga serta menghormati mertuanya.[]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Meugang Tak Sekedar Tradisi"
Post a Comment