Aku budak kenangan terpenjara suram. Gerah malam mendesah kala ingatan pulang ke tahun-tahun persemaian. Tahun merekahnya rasa. Kubelai gelap dengan hangat. Sehangat desah nafasmu di pipiku. Kita yang jalang mengusir malam dengan kasar. Tahun-tahun itu kini membatu di ingatan. Kala remang ditusuk terang, kau pergi tanpa belaian. Dengan damai laut memelukmu. Kini dengan pisau tumpul kutikam sepi yang tak juga mau mati.
Kukirim lagi kabar untukmu. Berita kerapuhan yang kutebar di setiap penjuru, agar desirnya tiba padamu. Marlina! Kekekarang yang kau rindukan sentuhannya itu telah rapuh. Pada rindu yang kau sebut siksa kuterpuruk. Kini kutatap langit saat bulan setengah penuh, meski tak ada lagi rangkulan. Lalu, pada tangan mana kuobati kenangan.
Marlina! Derai Desember sembunyikan bulan setengah penuhmu. Aku basah ketika awan tumpah. Padahal kisah bulan separuh belum habis kumamah. Hujan terus menusuk. Aku melangkah di guyurannya. Dan, terus melangkah agar hujan sembunyikan air mataku dalam derasnya.
Bahuku rapuh tanpa dekapan. Kau hanya melayang pada ingatan, padahal cinta mengharap pemenuhan. Tapi aku masih terjebak ingatan. Sebelah benak masih milikmu. Sebelahnya ingin kutarik dia yang mengulur kelembutan. Ia menapak pelan selagi cinta masih ada. Dengan yakin ia tebar goda.
Pelik sayang. Aku terpacang silam. Pada tonggak yang kau tinggalkan, kutersipu sampai senja membunuh siang. Riak mengalun kabarkan getir dengan kalam paling satire. Ia dendangkan kelelapan, tentang kau yang terbaring di dasar terdalam. Laut telah memelukmu di pagi berparade murka. Lama sudah kau benamkan kisah kita. Kini, sebuah kelembutan arahkan aku yang tersesat kenangan. Ia tawarkan kisah masa depan saat aku masih memaling muka, menengokmu di belakang.
Marlina! Aku ingin berpaling. Hati yang merekah gandakan kisah. Aku tak tahu di nisan mana harus bercerita, karena kau pergi tanpa lambaian. Biar kukubur dirimu di bilik kiri hatiku dan dia akan menghuni bilik kanan untuk menyambung kisah yang kau tinggalkan. [Banda Aceh, 9 Desember 2008]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Surat untuk Marlina"
Post a Comment