“Perdamaian baru akan tercapai jika Belanda memeluk agama Islam.”
Itulah sikap Tgk Chik Di Tiro dalam suratnya kepada Belanda pada tahun 1885. Surat yang sama kembali dikirimnya pada Mei 1888. HC Zentgraaff dalam buku Atjeh menulis isi surat tersebut sebagai berikut.
“Dari kami, Teungku Chik Di Tiro, semoga diterima oleh Zwel Edgest. Asisten Residen, bertempat tinggal di Kutaraja di Negeri Aceh. Dahulu ketika kami berdiam di Mukim XXVI tahun yang lampau, kami ada berkirim surat kepada tuan mengenai perjanjian perdamaian. Dan pada waktu itu telah kami ajukan syarat-syaratnya sebagai berikut: Setelah tuan mengucapkan kalimat dua syahadat, memeluk agama Islam, barulah kita dapat mengadakan perjanjian perdamaian…”
Pemerintah kolonial melalui Gubernur Jenderal van Teijn menolak hal itu. “Kerajaan Belanda tidak melakukan perang agama,” balasnya.
Dalam buku The Dutch Colonial War in Aceh, edisi 2 terbitan The Documentation and Information Centre of Aceh (1990) disebutkan, surat Tgk Chik Di Tiro itu juga mendapat reaksi dari Menteri Jajahan Belanda, Ceuchenius. Melalui surat kabinet tanggal 15 Agustus 1888, surat X nomor 52, Ia meminta Van Teijn untuk menjawab surat tersebut.
Bagi Belanda Tgk Chik Di Tiro merupakan faktor penting dalam perang Aceh. Malah sebelumnya, yakni pada Maret 1882, Belanda mengeluarkan isntruksi yang sangat rahasia dari Gubernur Jenderal Belanda; memberikan hadiah kepada siapa pun yang sanggup menyerahkan para pemimpin Aceh hidup atau mati.
Salah satu dan yang paling utama disasar oleh Belanda adalah Tgk Chik Di Tiro. Belanda menyediakan imbalan 1.000 dolar. Teuku Umar yang kala itu menjalankan politik tipu Aceh dengan pura-pura menyerah pada Belanda juga mendapat surat dari Gubernur Belanda di Aceh untuk membunuh Tgk Chik Di Tiro.
Tgk Chik Di Tiro merupakan bernama asli Muhammad Samam. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat. Mulai mengobarkan perang kepada Belanda sejak tahun 1874 sampai ia meninggal pada 25 Januari 1891.
Dalam buku Marechaussee in Atjeh, H.J. Schmidt menyebutkan Tgk Chik Di Tiro mempunyai lima orang putra yaitu: Tgk Mat Amin (wafat 1896), Tgk Syeh Mayed (wafat 5 September 1910), Tgk Di Toengkob alias Tgk Beb (wafat 1899), Tgk Lambada (wafat 1904) Tgk Di Boeket alias Tgk Moehamad Ali Zainoel Abidin (wafat 21 Mei 1910) [iskandar norman]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Sikap ‘Damai’ Tgk Chik Di Tiro"
Post a Comment