Mengawali celoteh ini, saya kutip pernyataan penulis Rusia, Vladimir Bukovsky pada September 1968. Satu setengah windu sebelum saya dilahirkan. Katanya, kemerdekaan menyatakan pikiran dan kemerdekaan pers adalah pertama sekali kemerdekaan untuk mengkritik.
Ya, mengkritik dalam artian konstruktif adalah kerjanya wartawan. Bukan kritik dalam artian gugat dulu tarik setoran kemudian, meski ‘hantu-hantu’ seperti itu masih banyak bergentayangan.
Buskovsky punya alasan terhadap apa yang dikatakannya. Ia bukan hanya mengawasi tapi juga memberi edukasi agar suara wartawan bermakna. Bukan dimakna-maknai dengan bahasa orderan. Harga diri dipertaruhkan. Harga yang tak bisa dinominalkan. Alasan lainnya, tidak pernah ada larangan untuk memuji pemerintah, maka kritik pun jangan dilarang.
Urusan kemudian ada yang panas dingin itu wajar. Kata orang tua, siapa yang makan cabe pasti merasa pedas. Maka dalam kehidupan orang Aceh pun dikenal istilah apit awé, soë nyang keunöng nyan nyang maté.
Sering pula kritik melahirkan reaksi yang beragam. Ada yang besar setelah dikritik. Ini berlaku pada orang yang menjadikan kritik sebagai kaca untuk bercermin, bukan menghancurkan kaca dengan tinjunya.
Kisah seperti itu pernah terjadi di Rusia. Buskovsky korbannya. Ia mengkritik pemerintah ketika empat penulis ditahan karena gencar menggugat kediktatoran. Moscow pun gempar. Mereka adalah Yuri Galaskov, Vera Lashkova, Aleksander Ginzberg, dan Aleksis Dobrovolsky.
Saat ditahan pada Januari 1968, tulisan-tulisan bawah tanah mereka tak dapat dibendung, malah menggemparkan dunia. Adalah Ginzberg, penulis lainnya yang secara rahasia mampu mengirim naskah-naskah mereka ke luar negeri. Dia berikrar, mati untuk tanah air adalah kewajiban seorang patriot, tapi tidak untuk berdusta pada negeri sendiri.
Bukovsky ikut dalam bagian ini. Ia diadili pada September 1968 karena memprotes hukuman yang dijatuhkan pengadilan terhadap keempat penulis tadi. Sekarang, masih sehebat itukah wartawan? Kelihatannya tidak lagi, banyak NGO dan lembaga telah jadi peredam, sukses menyumpal mulut wartawan. Kemunafikan pun dikemas untuk menarik setoran.***
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Kritik"
Post a Comment