Hari
raya di Aceh zaman dahulu adalah hari bagi bagi para pembersar memberi karunia
kepada rakyatnya. Tingkat pemberian sesuai dengan pangkat dan jabatan. Yang
besar member untuk yang kecil sebagai wujud ucapan selamat berhari raya.
Raja
Aceh yang paling kesohor, Sultan Iskandar Muda malah membuat peraturan
(sarakata) khusus tentang perayaan hari raya. Peraturan tersebut dinamai Sarakata Poteumeureuhom Meukuta Alam
Iskandar Muda.
Prof.
Dr H Aboebakar Atjeh dalam makalah Wajah
Rakyat Aceh Dalam Lintasan Sejarah pada Seminar Pekan Kebudayaan Aceh kedua
di Banda Aceh, 20 Agustus – 2 September 1972 menyertakan lampiran sarakata
tersebut. Ia menjelaskan bahwa salinan Sarakata Sulthan Iskandar Muda diambil
dari buku “De Inrichting Van Het Atjeshe
Staatbestuur onder het Sultanaan” karangan KFH Van Langen.
Pada
pendahuluan buku itu Van Langen menjelaskan baik sarakata Adat Meukuta Alam didapatnya pada waktu menyerang Masjid Indrapuri
tahun 1879 dalam kitab-kitab yang telah ditinggalkan orang Aceh. Dokumen-dokumen
aslinya tertulis dalam akasara Arab.
Khusus
terkait dengan perayaan hari raya, ada sarakata khusus yang berjudul Peraturan Hari Besar Sulthan Aceh Memberi
Karunia dan Kehormatan Kepada Uleebalang dan Rakyatnya. Ada 12 pasal dalam
peraturan ini. Pada pasal 5 dijelaskan,
jikalau hari raya pitrah (idulfitri-red) dipasang meriam 21 kali pada
pukul lima pagi-pagi awal dari satu hari bulan syawal.
Pada
pagi-pagi hari raya pertama, baik idul fitri maupun idul adha, raja berangkat
ke Mesjid Raya untuk sembahyang hari raya bersama dengan uleebalang yang ada
dan rakyat sekalian dalam negerinya. (pasal 12).
Kemudian
dalam pasal 7 dilanjutkan bahwa pada hari raya pertama usai shalat ied,
panglima
sagi dan uleebalang dalam sagi berkumpul meusapat di Masjid Raya mesjoearat
(musyawarah-red) menentukan hari
menghadap raja.
Dalam
pasal 8 diterangkat bahwa hari menghadap raya itu adalah hari raya ketiga.
Karena pada hari raya pertama dan kedua para uleebalang dan panglima sagi harus
melayani rakyat di daerah pemerintahan masing-masing yang berkunjung ke
rumahnya (open house).
Pada
pagi-pagi hari ketiga bulan syawal, panglima sagi dan uleebalang menghadap raja
di atas balai Baiturrahman. Saat itulah raja member karunia (hadiah) kepada
mereka. Dalam pasal 9 ditulis, “Maka
panglima sagi dan ulebalang dalam sagi yang menghadap raja itu mendapat salinan
pada satu orang iaitu satu lembar kain dikaruniai oleh raja tanda selamat hari
raja.”
Hadiah
yang diberikan raja tersebut menurut kesukaan raja dan sesuai dengan pangkat
orang yang menghadapkan. Pemberian kepada uleebalang dan panglima sagi berbeda
dengan pemberian kepada rakyat biasa. Aturan pemberian hadiah ini sama baik
pada hari raya idul fitri maupun hari raya idul adha.[Iskandar Norman]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Hari Raya Dalam Sarakata Sultan Iskandar Muda"
Post a Comment