Popularitas tak selamanya membawa keberuntungan, kisah Joe Orton misalnya yang mati di tangan Kenneth Halliwell, kekasih yang membangun popularitasnya.Robert Greene dalam 48 Law of Power mengisahkan kehidupan pasangan tersebut. Kisahnya bermula pada 1953, ketika Joe dan Kenneth mendaftarkan diri sebagai mahasiswa pada jurusan akting Academy of Dramatic Art di London. Dari pertemuan itu mereka hidup bersama dan menjadi sepasang kekasih. Kenneth waktu itu sudah berusia duapuluh lima tahun, tujuh tahun lebih tua dari Joe.
Tamat dari sana mereka tidak berhasil mengembangkan karirnya di dunia akting. Hidup mereka jadi serba kekurangan. Mereka tinggal di sebuah apartemen kumuh di London dengan uang warisan orang tua Kenneth.
Seperti kebanyakan seniman lainnya, masa-masa yang sulit merupakan masa yang paling bisa diandalkan untuk berkarya. Tekanan hidup membuat kedua seniman itu untuk menghasilkan karya-karya yang bermutu. Mereka harus mampu bertahan dan menghasilkan uang yang banyak sebelum harta warisan Kenneth habis untuk biaya hidup di London.
Kenneth telah menjadi kekuatan bagi Joe untuk berkarya. Mereka kemudian banting setir dari dunia akting ke dunia sastra. Mereka mulai menulis novel. Kenneth menumpahkan segala khayalnya pada Joe untuk ditulis menjadi novel. Joe saat itu hanya tukang ketik dari apa yang disampaikan Kennet. Meski demikian Kennet tidak melarang Joe memasukkan ide-idenya.
Novel yang dihasilkan kemudian dikirim ke penerbit, namun yang mereka dapatkan hanya janji, novelnya tak pernah diterbitkan. Sampai warisan Kenneth habis, novel mereka belum juga dicetak. Dalam tekanan hidup yang semakin pelik di Kota London, mereka terus berusaha menulis bersama, tapi tetap juga gagal. Malah hubungan mereka menuju kehancuran.
Pasangan kekasih ini dijebloskan ke penjara karena merusak beberapa buku di perpustakaan saat mencari ide-ide kreatif untuk nasakahnya. Keduanya merobek beberapa halaman buku yang dianggap bisa digunakan untuk pembelajaran dalam berkarya. Karena ulahnya itu, mereka harus meringkuk di penjara selama setengah tahun.
Pada tahun 1957, Joe mencoba menulis naskah sendiri dan berpisah dengan Kenneth setelah keluar dari penjara. Ia menulis tentang kebenciaannya terhadap masyarakat Kota London dalam bentuk pertunjukan di tetater. Namun itu juga belum mampu mendongkrak popularitasnya.
Setelah sembilan tahun berpisah, Joe akhirnya kembali pada Kenneth. Mereka kembali menulis, tapi kini sebaliknya, Joe yang mendikte, Kenneth yang mengetik ide-idenya. Hingga pada 1964, Joe merampungkan drama panjang yang ditulisnya dengan bantuan Kenneth.
Drama dengan judul Entertaining Mr. Sloane itu berhasil digelar di West End London. Para pengamat mengulas drama itu sebagai karya yang brilian. Joe benar-benar telah menemukan apa yang dicarinya; ia telah menjadi penulis terkenal. Sementara Kenneth sama sekali tidak diperhitungkan. Ia malah mengalami kemunduran saat kekasih yang ditopangnya itu sukses besar. Ia menjadi rendah diri karena hanya menjadi asisten pribadi Joe. Bila sebelumnya Kenneth yang menafkahi Joe dengan warisan orang tuanya, kini sebaliknya.
Dengan kesuksesan Joe, hubungan pasangan itu semakin buruk. Kenneth merasa terasing dan dipinggirkan. Apalagi ketiga Joe mendapat pekerjaan dari The Beatle untuk menulis sebuah naskah film dengan bayaran besar. Tak ada lagi kerja sama antara Joe dan Kenneth, Joe benar-benar telah jalan sendiri dalam berkarya. Ia berselingkuh dengan banyak wanita. Hal itu membuat hubungan pasangan kekasih itu tak bisa dipertahankan.
Joe mencoba memperbaiki hubungannya pelan-pelan dengan Kenneth. Ia mengajak kekasihnya berlibur ke Tangier, Maroko. Selama perjalanan tersebut Joe menulis dalam buku hariannya. “Kami duduk sambil membicarakan betapa bahagia perasaan kami dan pasti perasaan itu tak akan bertahan lama. Kami harus membayar harganya atau kami akan dilanda bencana dari kejauhan karena kami mungkin terlalu bahagia. Menjadi pria muda yang tampan, sehat, terkenal, dan relatif kaya dan bahagia pasti bertentangan dengan alam.”
Catatan itu tak sengaja dibaca oleh Kenneth. Dan pada tengah malam 10 Agustus 1967, setelah membantu Joe menyelesaikan sandiwara jenaka berjudul “What the Butler Saw” Kenneth memukuli kepala Joe dengan palu hingga meniggal. Setelah itu ia bunuh diri dengan menekuk beberapa pil tidur. Sebelum bunuh diri Kennet meninggalkan pesan di bukunya. “Jika kalian membaca buhu harian Joe, segalanya pasti sudah jelas.”
Artikel keren lainnya:
1 Tanggapan untuk "Novelis yang Mati di Tangan Kekasih"
Sebuah potret perjuangan melawan penderitaan dan tantangan hidup yang saat tiba di pucuknya, justru menghadirkan sisi kontradiktif anak manusia.
Memang seni terkadang 'nyala' justru ketika kreatornya mati.
Saleum Pak Is
Post a Comment