Kita dituntut untuk memahami Palestina masa mendatang, melalui tindakan hari ini untuk tujuan hari esok. Memahami Palestina tidak cukup hanya dengan keprihatinan. Kita harus berkaca pada sejarah bagaimaa Palestina pernah memahami kita. Memahami masa lalu perlu dilakukan sebagai permulaan memahami diri kita sendiri dan Palestina hari esok.
Tindakan kita hari ini harus mampu membantu merancang hari esok Palestina yang lebih baik. Apa yang dilakukan Pemerintah Aceh dengan membuka rekening donasi bagi Palestina patut diapresiasi. Konon, Aceh merupakan satu-satunya pemerintah daerah yang melakukan hal itu.
Kita berharap Pemerintah Aceh tidak hanya sekadar membuka rekening donasi Palestina. Tapi lebih dari itu Gubernur Zaini Abdullah harus mampu mengarahkan Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) untuk benar-benar menerjemahkan tindakan itu dengan baik. Bila semua perangkat daerah bisa digerakkan secara baik, maka donasi yang terhimpun juga akan maksimal.
Sekali lagi, membantu Palestina tidak cukup hanya dengan keprihatinan, tapi tindakan. Mengutip sebuah judul buku Timbor Mende, ini disebut sebagai a glance at tomorrow’s history. Naif terasa bila kita hanya berkata prihatin, tapi tidak bisa melakukan sesuatu untuk mengubah sejarah hari esok Palestina. Prihatin saja tidak membuat perang itu berakhir. Tapi lebih di atas prihatin adalah tindakan, meski hanya melalui sekian rupiah yang kita sumbangan, yang dengan itu mungkin bisa membantu perban pembalut luka perang bagi anak-anak Palestina.
Kita harus menembus waktu, melihat masa lalu bagaimana Palestina membalut luka kita, ketika Indonesia belumlah ada. Palestina bersama Mesir yang pertama kali menyuarakan kemerdekaan Indonesia. Mufti Besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al Husaini pada 6 September 1944 dengan tegas menyatakan dukungan untuk Indonesia merdeka. Pernyataannya disiarkan di Radio Berlin berbahasa Arab. Ia juga yang menyambut kedatangan delegasi Panitia Pusat Kemerdekaan Indonesia.
Masa itu Palestina bukan hanya sekadar mendukung usaha memerdekakan Indonesia dari jajahan Belanda, tapi saudagar kaya Palestina Muhammad Ali Taher menghibahkan seluruh uangnya di rekening bank Arabia untuk mendanai perjuangan rakyat Indonesia. Hebatnya lagi, donasi yang diberiakannya itu tanpa meminta tanda bukti. Ia hanya meminta semua kekayaannya itu diterima untuk memenangkan perjuangan Indonesia.
Muhammad Ali Taher masa lalu telah bertindak untuk menulis sejarah masa depan Indonesia. Saatnya kita untuk menghargai itu dengan tindakan yang sama terhadap Palestina. Tentang ini bisa dibaca dalam buku
Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri. Masa depan Palestina bukan hanya di tangan pejuang rakyat Palestina semata, tapi juga muslim seluruh dunia, karena kita memang muslim yang satu. Sejarah telah membuktikan bagaimana Aceh mendapat perlindungan dari khalifah Islam dalam menghadapi agresi Portugis di Selat Malaka.
Atas nama Islam, penguasa Utsmani di Turki membantu Aceh memerangi Portugis. Farooqi dalam buku
Protecting the Routhers to Mecca mengungkapkan hal itu. Ketua delegasi Aceh Panglima Nyak Dum yang disebut Farooqi sebagai Huseyn Effendi membawa surat sulthan Aceh sebagai laporan tentang aktivitas militer Portugis yang menimbulkan masalah besar terhadap para pedagang muslim dan jamaah haji dalam perjalanan ke Mekkah. Karena itu, Aceh meminta bantuan Turki untuk menghalau Portugis di Selat Malaka.
Hal yang sama juga diungkapkan Ayumardi Azra dalam buku
Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII dan XVIII, Turki mengirim armada besar ke Aceh untuk memerangi Portugis, meski dalam perjalanannya armada besar itu hanya sebagian yang sampai ke Aceh karena dialihkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman yang berakhir pada tahun 1571.
Ketika pimpinan armada Turki Kurtoglu Hizir Reis sampai ke Aceh bersama armadanya, mereka disambut dengan upacara besar oleh raja Aceh. Kurtoglu Hizir Reis kemudian diberi gelar Gubernur Turki di Aceh yang merupakan utusan resmi Khalifah Utsmani yang ditempatkan di Kerajaan Aceh.
Marwati Djuned Pusponegoro dalam buku
Sejarah Nasional Indonesia, jilid III mengungkapkan, pasukan Turki yang tiba di Aceh antara tahun 1566 sampai 1577 sebanyak 500 orang, termasuk ahli senjata api, penembak dan ahli peperangan. Dengan bantuan itu Kerajaan Aceh menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1568. Perlindungan Khalifah Utsmani terhadap kerajaan-kerajaan muslim saat itu sangat kuat. Lalu bagaimana sikap Islam yang satu sekarang terhadap Palestina?
Aceh khususnya dan Indonesia umumnya, sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia harus mampu berbuat lebih untuk mendukung secara nyata kemedekaan Palestina. Mengutip apa yang pernah disampaikan Presiden Soekarno dalam diplomasi luar negerinya;
we are not sitting on the fence. Soekarno menambahkan, kita harus bekerja untuk
retooling for the future untuk menyelenggarakan hari depan yang lebih baik.
[Iskandar Norman]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "Memahami Palestina"
Post a Comment