Untuk mendapatkan peralatan radio, Komando Tentera Republik Indonesia Divisi Gajah-I dari Malaya (Malaysia) bekerjasama dengan raja penyelundup Asia Tenggara, Mayor John Lie pada masa Agresi Belanda-I (21 Juli 1947).
Perangkat radio dan kelengkapannya itu diselundupkan dari Malaysia melalui perairan Selat Melaka menuju Sungai Yu, Kuala Simpang, Aceh Tamiang. Peralatan radio itulah yang kemudian dipakai dengan nama siaran Radio Rimba Raya.
Menyeludupkan perelatan radio tersebut tidaklah mudah. John Lie mengangkut dengan dua buah kapal kecil. Satu kapal berisi peralatan, satu lagi berisi 12 tentara. Kapal yang berisi tentara tersebut bertugas mengelabui patrol Belanda di Selat Malaka.
Agar peralatan radio Rimba Raya sampai ke perairan Aceh, John Lie menjadikan kapal berisi 12 tentara sebagai umpan untuk mengalih perhatian Belanda. Kapal dan ke-12 tentara itu pun tewas di tengah laut setelah diserang patroli Belanda.
Sementara kapal yang mengangkut peralatan radio sampai ke Kuala Yu, Kuala Simpang. Di sana, John Lie disambut oleh Nukum Sanani atas perintah Abu Daoud Beureueh.
Radio Rimba Raya itu juga sempat dimanfaatkan oleh Komandan Tri Divisi X, Kolonel T. Hoesin Joesoef, sebagai pemancar siaran umum sebelum diangkut ke Aceh Tengah. Menurut beberapa tokoh pejuang kemerdekaan lainnya di Aceh, seperti yang diungkapkan, Teuku Ali Basjah Talsya, peranan Radio Rimba Raya sangat besar dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan di tanah air.
Hingga tahun 1950, Radio Rimba Raya masih mengundara. Radio Rimba Raya selain menyampaikan berita kemerdekaan, RRI Banda Aceh juga berperan penting dalam berbagai pemberitaan dan menyiarkan radiogram kepada wakil pemerintah di luar negeri.
John Lie yang memainkan peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan, terakhir berpangkat laksamana muda. Ia yang kemudian berganti nama menjadi Jahya Daniel Darma memulai karirnya sebagai mualim kapal pelayaran niaga milik Belanda.
Ketika bergabung dengan Angkatan Laut RI, John Lie masih berpangkat Kapten, ia ditugaskan di Cilacap. Karena berhasil membersihkan ranjau yang ditanam Jepang untuk menghadapi sekutu, pangkat John Lie kemudian dinaikkan menjadi mayor.
Di awal 1950, John Lie yang berada di Bangkok dipanggil pulang ke Surabaya oleh KSAL Laksamana Subiyakto. Ia ditugaskan menjadi komandan kapal perang Rajawali. Di masa berikutnya, John juga aktif dalam operasi penumpasan pemberontakan RMS di Maluku serta PRRI/Permesta.
Hingga pensiun, John Lie terdaftar sebagai purnawirawan perwira tinggi Angkatan Laut Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, John Lie menetap selama 14 tahun di Singapura, namun kemudian kembali lagi ke Indonesia. [iskandar norman]
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "John Lie, Jasa Raja Penyeludup Asia"
Post a Comment